Kamis, 29 Mei 2008

20.000 izin pendirian SPBU Asing dan keterlibatan USAID, ADB, dan Bank Dunia

Dani Setiawan*

Kenaikan harga BBM sebenarnya merupakan satu bagian kecil dari upayaliberalisasi sektor migas di negeri ini. Nantinya, Pertamina, perusahaanmiyak yang selama ini menjadi pengelola tunggal itu akan bersaing denganlebih dari 40 perusahaan migas asing yang sudah mengantongi izin untukmembuka 20.000 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruhIndonesia, dengan harga standar internasional.

Berikut ini perbincangan dengan Kepala Pusat Studi Ekonomi KerakyatanUniversitas Gadjah Mada Drs. Revrisond Baswir, M.B.A, yang ditemui dalam Seminar Peringatan Hari Lahir Pancasila, di Gedung DPR, Jakarta. Berikutpetikannya:

Kenaikan BBM ini kedepannya akan berdampak seperti apa?

Untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM, kita harus tahu persis latarbelakang dan motivasi. Kalau menurut pemerintah, latar belakangnya apakahuntuk mengoreksi yang tidak tepat sasaran, untuk menghemat konsumsi BBM,termasuk untuk menghindari penyelundupan dan sebagainya. Saya kira itualasan yang dicari-cari, bukan penjelasan namun justru mengaburkan darimotif sebenarnya. Alasan yang sebenarnya adalah sejak pemerintahmenandatanganani LOI 1998 di mana kita tunduk pada IMF untuk melepas hargaBBM ke harga internasional.

Ini sebenarnya bukan soal kenaikan, tapi soalproses bertahap melepas harga BBM ke harga pasar sesuai garis IMF, dan itusudah difollow up oleh pemerintah yang sejak 1999 sudah membuat draft UUMigas yang baru, tapi pada waktu itu bentrok dengan Pertamina.Lalu pada tahun 2000, Amerika masuk lewat USAID menyediakan utang untukmemulai proses liberalisasi sektor migas itu.

Salah satu yang dikerjakanUSAID dalam rangka liberalisasi itu adalah menyiapkan draft UU yang baru,bekerjasama dengan IDB dan World Bank menyiapkan reformasi sektor energisecara keseluruhan. Dalam UU Migas jelas, pasal 28 ayat 2 UU migasmengatakan harga BBM dilepas ke mekanisme pasar, sudah jelas itu.Yang jadi masalah kemudian, segera setelah UU Migas keluar, pemerintahsegera membuka izin bagi perusahaan-perusaha an asing untuk masuk keberbagai tahap dalam proses migas di tanah air, mulai dari hulu sampai kehilir. Dan bahkan mereka mengendalikan izin untuk perusahaan asing untukmembuka SPBU, sampai lebih dari 40 perusahaan yang sudah pegang izin untukmembuka SPBU itu. Masing-masing perusahaan diberi kesempatan membuka sekitar20.000 SPBU di seluruh Indonesia. Target mereka sebenarnya pada 2005 hargaBBM sudah bisa dilepas ke pasar, hanya saja di tengah jalan UU migas dibawake Mahmakah Konstitusi (MK) oleh serikat pekerja pertamina, disidangkan diMK. Dan pasal 28 tentang pelepasan harga ke pasar itu dibatalkan MK, karenabertentangan dengan konstitusi. Itu sebenarnya yang menggganjal.

Masalahnya mereka kan tidak mau menyerah, setelah dinyatakan UU itubertentangan dengan konstitusi, mereka jalan terus dengan istilah baru, dariistilah harga pasar menjadi "harga keekonomian", itu hanya untuk berkelitsaja. Karena harga pasar dilarang MK, maka ganti yang lain, tetapi maksudnyasama.Isu yang tepat dalam kasus ini adalah liberalisasi sektor migas danpelepasan harga BBM ke harga pasar. Jadi kalau kita lihat, setelah rencanaitu gagal tahun 2005, dan muncul istilah harga keekonomian. Maka kini targetpemerintah sesuai dengan apa yang diakatakan oleh Pak Budiono (MenkoPerekonomian, dulu), setelah naik pada 24 Mei kemarin, diperkirakan padaSeptember 2008 akan naik lagi secara bertahap, sampai ditargetkanselambat-lambatnya 2009 sudah sesuai dengan harga pasar minyak dunia. Sama dengan patokan di New York, kalau dieceran mencapai Rp 12.000 per liter.

Keuntungan apa yang akan diambil dari kebijakan melepas harga BBM kepasar?

Bukan itu isunya. Isunya hanya dengan melepas harga BBM ke pasar, hanyadengan cara itu SPBU-SPBU asing itu mau beroperasi di sini. Kalau hargabersubsidi bagaimana SPBU asing bisa beroperasi dan bersaing denganPertamina, ini masalahnya. Masalahnya soal menangkap peluang investasi. Adaperusahaan asing ingin membuka SPBU asing, berarti SPBU asing ini maumelakukan investasi, tetapi SPBU asing hanya bisa jualan BBM, kalau BBM-nyasesuai dengan harga pasar.

Jadi masalah ini saja, soal pasar. Pengakhiranmonopoli Pertamina, pembukaan peluang bagi asing untuk berbisnis eceran BBM,dan seterusnya.

Seperti sekarang ini Petronas dan Shell sudah membuka SPBU-nya?

Makanya akibat kenaikan BBM tahun 2005, Shell buka, Petronas juga buka.Tapi apakah masuk akal kalau orang membuka SPBU itu hanya Jabotabek saja,gak mungkinkan, izin yang mereka peroleh, mereka boleh buka 20.000 SPBU diseluruh Indonesia, nah ada 40 perusahaan lebih yang punya izin. Bisadibayangkan, berapa banyak SPBU yang akan berdiri, dan bukan hanyaJabodetabek, tapi juga seluruh Indonesia.

Pertamina sendirisudah memperkirakan hanya akan mampu menjual maksimal 50persen saja, 50 persennya akan diambil oleh SPBU-SPBU asing itu. Nah kalau2009 dilepas ke pasar, rencana terakhir pemerintah adalah bahwa sektorswasta bisa masuk ke bisnis eceran migas dilakukan secara penuh baru padatahun 2010. Jadi bukan masalah BBM naik, kemiskinan, BLT, bukan isu itu,tapi mereka menganggap ini hanya dampak saja. Lalu kemudian bagaimana dampakitu diperlunak. Tetap saja mereka akan jalan terus dengan agendanya,bagaimana membuat sektor migas hingga terpenuhi sesuai harga pasar.Saya kira isu lifting tidak relevan, karena ini isunya bukan naiknya berapapersen, bukan itu. Isunya adalah soal melepas harga itu, jadi pemerintahingin lepas tangan dari urusan harga BBM. Dia gak mau mengatur mau naik, maugak naik, dia mau lepaskan, jadi isu lifting menjadi tidak penting. Apalagikalau SPBU beroperasi di sini, gak penting lagi, sumber migasnya darimana,mau impor 100 persen, ya boleh. Itu dia, justru itu malah mengaburkanmasalah dari pokok masalah kita.

Masalah ini sekarang sudah mulai masuk ke ranah politik, ada wacanamengimpeach Presiden. Bagaimana ini?

Soal pemakzulan Presiden, kalau kita bicara UU migas, kemudian UUKelistrikan, kemudian UU APBN, yang terkait dengan subsidi dan lain-lain itukan atas persetujuan DPR, jadi proses liberalisasi ini juga berlangsung ataspersetujuan DPR. Kalau akan dimakzulkan bukan saja Presiden, tapi jugaDPR-nya juga dimakzulkan.Dan itu terbukti di MK, jadi yang melanggar konstitusi bukan hanyapemerintah, tapi juga DPR. Inilah yang menjadi problem sekarang, jadi secarapolitik masalah ini sangat kompleks, karena belum ada aturan, bagaimanaapabila pelanggaran konstitusi dilakukan Presiden dan DPR.

Nah ini tidak adaUU-nya, saya sudah menanyakan hal ini kepada hakim agung, celakanyapelanggaran konstitusi ini tidak hanya sekali. UU Listrik batal demi hukum,karena melanggar konstitusi, UU Migas pasal mengenai harga pasar batalkarena melanggar konstitusi, UU Penanaman Modal pasal mengenai Hak GunaUsaha karena melanggar konstitusi, UU APBN tiga tahun berturut-turutmelanggar konstitusi, ini masalah kita.

Akar permasalah dari kebijakan melepas BBM ke harga pasar?

Masalahnya adalah apa yang disebut dengan Neokolonialisme danNeoliberalisme.

Solusinya bagaimana?

Solusinya, kita harus memperteguh kembali komitmen sebagai bangsa terhadapcita-cita proklamasi dan amanat konstitusi, ini harus ditegakan kembali. Setelah ini baru mengoreksi semua penyimpangan- penyimpangan, apakah itukebijakan, peraturan pemerintah, UU, semua itu harus ditertibkan kembali. Karena menurut perkiraan Ketua Mahmakah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, 27 persen UU melanggar konstitusi, harus dibereskan dulu. Dari situ baru kitalihat dampak turunannya apakah kepada kontrak bagi hasil, harga BBM, hargalistrik, dan lain-lain.

Dani Setiawan

Ketua Koalisi Anti Utang (KAU)

Jl. Tegal Parang Utara 14 Mampang Jakarta Selatan

Telp : +6221 79193363/65Fax : +6221 794 1673Website:

www.kau.or.id Blog: antiutang.wordpress.comdanisetia.multiply.com

Rabu, 28 Mei 2008


Tindas Rakyat Lewat Iklan!
29Apr08
Eko Prasetyo

Dimuat dalam Resistinfo #15/2006


Hanya iklan yang mampu mempertahankan kekuasaan, bukan senapan!(Pepatah)


Saatnya kini untuk menyatakan, ber-iklan itu penting! Bukan agar jualan anda laku, tapi juga kebijakan publik yang ditetapkan itu bisa diterima. Masyarakat yang kritis bisa berubah jadi tolol kalau kalian membuat iklan yang simpatik dan jenaka. Simpatik membuat kebijakan sebuas apapun bisa diterima dengan sikap lapang. Ingatkah kalian dengan iklan kenaikan BBM yang dibuat saat itu: belasan orang yang terlanjur diberi titel intelektual dan budayawan bilang kalau kenaikan BBM itu sesuatu yang benar. Si intelektual akan menulis dan menyodorkan angka yang ringkasnya membuat siapapun orang akan membenarkan kenaikan ongkos itu; lalu sang budayawan membuat essai tentang BBM.

Uang bisa melakukan segalanya, termasuk akal kritis dan keberpihakan. Uang itu bisa menyulap merah jadi putih dan putih jadi hitam!Makanya jangan takut membuang uang untuk membuat iklan. Faedah iklan itu banyak, pertama-tama iklan dapat menciptakan keadaan baru yang tak pernah terpikirkan. Ingat kalian dengan iklan sutet yang ditulis oleh-lagi lagi-ilmuwan yang berkisah bahwa bertempat tinggal di bawah aliran Sutet itu tidak berbahaya. Sama dengan orang tinggal di lereng gunung atau di pinggir pantai. Iklan ini selain unik juga tak pernah terpikirkan: nyaman dan damainya tinggal di bawah tegangan tinggi listrik. PLN benar-benar lembaga yang menakjubkan, dapat menciptakan keyakinan baru yang tidak pernah terpikirkan. PLN menggugurkan protes warga yang dijahit mulutnya, karena dengan iklan itu, selain bisa meraih empati juga telah memukul habis para demonstran. Uang belanja iklan untuk menampilkan riset itu sama nilainya dengan tuntutan para demonstran: tapi memenuhi tuntutan berbeda dengan kegairahan kita dalam ber-iklan!


Di samping menampilkan kenyataan baru, iklan berfaedah untuk membimbing kesadaran naif publik. Bukankah iklan hemat listrik itu begitu memukau, sehingga publik tidak sadar kalau rumah yang diketuk itu sesungguhnya sama. Dengan bintang iklan yang rupawan, lalu dengan mengucap “ingat 17.00-22.00″ maka seketika publik percaya bahwa berhemat listrik adalah tugas semua orang, termasuk mereka yang sudah lama berhemat. Golongan ini adalah mereka yang menggunakan listrik hanya untuk setrika, belajar atau nonton TV. Tak mungkin iklan penghematan listrik itu mengambil objek sasaran lapangan bola yang disembur aliran listrik ribuan watt, atau pusat perbelanjaan yang menggunakan listrik lebih dari 24 jam. PLN lagi-lagi harus tahu bahwa mengajarkan ‘kontradiksi’ kelas itu bukan sesuatu yang bijak. Biarkan yang berstatus rakyat kecil merasa bersalah menggunakan listrik ketimbang meminta para pejabat atau pengusaha untuk berhemat. Uang saudara-saudara, mampu membuat semua informasi dari keliru menjadi benar dan dibenarkan.


Makanya jangan ragu-ragu untuk ber-iklan. Kalau perlu muka kalian dipoles, lalu dipotret dengan gaya yang hangat dan simpatik. Cobalah buka lembaran koran dalam iklan pemilihan langsung kepala daerah: akan terpampang disana, wajah-wajah penguasa yang tampak tulus dan bersahaja. Iklan membuat perkara yang samar menjadi terang; kemudian yang gelap jadi jelas. Berkat Aa Gym kita jadi tahu faedah sabar ketika harga bensin naik. Rohaniawan yang menjadi bintang iklan, perkataanya akan lebih punya daya ikat yang sempurna, karena ulama ini mengusung perintah Tuhan. Adalah iklan yang dapat mengubah fungsi ulama, dari pengajak kebajikan menjadi himbauan untuk menerima sebuah produk kebijakan. Itu fungsi iklan berikutnya yakni mampu untuk mengubah peran mereka yang ambil peranan. Iklan bisa membuat seorang ilmuwan yang cakap menjadi makhluk yang hanya mengiyakan saja perintah yang bayar. Sekali lagi para penguasa yang kini sedang bertahta, jangan kuatir, ragu dan cemas untuk sesegara mungkin meng-iklankan dirimu.


Tampilkan wajah kejammu dengan iklan yang memikat. Walau kamu menelurkan keputusan politik yang keji, tapi iklan bisa menyulapnya menjadi kebijakan yang benar dan tepat. Sewaktu kenaikan BBM diputuskan, semua orang kemudian turun melakukan protes: tapi itu tak terlalu lama. Massa yang membanjir itu seperti banjir yang sebentar akan surut. Gempur massa demonstran itu bukan dengan senapan tapi iklan yang diputar secara berulang-ulang. Dan terbukti bukan iklan membuat semua orang tiba-tiba merasa aksi protes maupun demonstrasi hanya berbuah keonaran. Ajarkan pada publik keyakinan kalau protes massa hanya akan mengail kerusuhan. Iklan bisa berbuat jauh lebih baik ketimbang sekumpulan serdadu yang memuntahkan peluru atau polisi yang memblokade demonstrasi. Iklan mampu untuk membuat seseorang, dari bersikap memaklumi berubah memusuhi demonstrasi.

Iklan dapat menenggelamkan radikalisme hingga pada titik kompromi. Karena itu sangat penting sekali untuk ber-iklan. Tujuanya selain mendapat dukungan juga iklan akan mampu menyuntikkan kepatuhan secara suka rela. Gramsci menyebut dengan hegemoni. Bukan melalui paksaan serdadu tapi bikin iklan sebaik-baiknya maka dukungan dengan mudah akan kamu dapatkan. Dukungan akan mengalir deras kalau kamu dapat menyusun iklan yang memikat, menarik dan dapat mempengaruhi orang. Ingatkah kamu bagaimana tayangan iklan bencana, tambah membawa keuntungan karena jumlah sumbangan yang berlipat-lipat kemudian datang. Bencana alam yang berisikan kesedihan bisa membawa dampak empati sekaligus keuntungan yang luar biasa. Melalui iklan, semua kisah sedih akan membawa keberuntungan. Dengan iklan, maka semua keputusan politik yang sesungguhnya membawa musibah; dapat berubah jadi nikmat dan keberuntungan. Rakyat bukan lagi sebagai pemegang kedaulatan, tapi kumpulan konsumen yang selera dan kepentinganya bisa diarahkan! Sekali lagi, pakailah iklan untuk mempertahankan kursi kekuasaanmu!


Iklan akhirnya memiliki fungsi menjaga kekuasaan. Dengan iklan maka kursi kekuasaan bisa dipertahankan dengan cara-cara yang lebih beradab. Pemerintahan yang keji bisa jadi tampak baik ketika iklan menayangkan wajah pemimpin yang berparas rupawan dengan postur tubuh yang atletis. Kekayaan yang menumpuk di tangan para pejabat, tidak akan tampak sebagai bentuk kerakusan kalau iklan menayangkan kegiatan saleh anda. Kini waktunya bagi anda untuk mengalokasikan budget khusus untuk iklan: karena suara rakyat bisa berubah menjadi suara konsumen. Sebagai suara konsumen maka semua kebijakan bisa anda perlakukan sebagai produk: yang penting bukan isi kebijakan tapi bagaimana membungkusnya! Yang paling perlu bukan bagaimana anda mampu untuk memasukkan kepentingan rakyat di dalamnya, melainkan cara dan taktik anda untuk ‘meyakinkan (baca=menipu)’ rakyat. Iklan yang mampu mengubah suara kedaulatan rakyat menjadi kepatuhan yang membabi buta.

Pesanku yang paling ujung: jangan takut untuk ber-iklan!

http://readresist.wordpress.com/

Kamis, 22 Mei 2008


Untuk Apa Memaafkanmu
Eko Prasetyo

Dimuat dalam Resistinfo #13/2005


Biar saja orang bilang aneh.Tidak enak terus mengandalkan pemberian (makanan) tetangga. Buang air tetap lancarMungkin Tuhan mengerti kesulitan ummatnya(Somo Narmo, 70 tahun, warga Wonokerso, Sragen,alasan makan arang karena tak kuat membeli beras)


Sudah waktunya aku harus berterus terang. Kami tak bisa lagi berdiam diri ketika kau habisi semua yang kami punya. Pendapatan kami yang pas-pasan sudah tak lagi bisa menyokong tubuh anak-istri kami. Ongkos apa saja tidak ada yang murah, bahkan untuk beli cabai sekalipun kami sudah tidak mampu. Jangan heran kalau diantara kami sudah lama tak bisa lagi makan beras. Saat kalian ganti harga BBM semua pedagang kemudian dengan cekatan meninggikan harga seenaknya. Kami dengar kalian hanya berkomentar singkat, itu resiko yang nanti akan reda dengan sendirinya. Semua komentar kalian bukan saja menambah beban tapi juga memberitahukan pada kami, kalau kalian sesungguhnya orang-orang yang tidak biasa dilatih untuk ber-empati. Kadang kami ingin kalian sesekali diam dan tidak berkomentar apapun. Diam mungkin sikap yang sesekali baik dilakukan untuk mencegah komentar-komentar yang menyakitkan.


Yang lebih menghina perasaan kami: ada juga orang yang dengan enteng menaikkan gajinya-yang sudah besar- tanpa malu. Mereka itu bekerja di gedung rakyat tapi pendapatanya jauh melebihi penghasilan kebanyakan rakyat. Mereka yang pekerjaanya rapat melulu itu jarang kudengar membela kepentingan rakyat. Siraman gaji dan limpahan fasilitas telah menjadikan perasaan dan pikiran mereka tumpul. Mereka seperti kumpulan manusia yang tinggal di istana kristal karena tidak pernah bisa percaya pada rakyat yang diwakilinya. Tahukah kalian-wakil rakyat yang terhormat- kalau keadaan kami sudah begitu mengkuatirkan. Di televisi ada banyak sahabat kami tewas hanya perkara antri untuk mendapat bantuan. Uang 300 ribu rupiah bisa membuat kami seperti ayam yang hendak disabung. Untuk uang sebesar itu kami bisa nekad menusuk senjata tajam atau merusak kantor desa. Di dunia ini hanya kalian-lah anggota parlemen yang gajinya luar bisa besar dengan tumpukan fasilitas yang luar biasa mewah. Aku kadang bertanya-tanya, apa kalian tidak risih memakai baju dan mobil megah di tengah rakyat yang susah makan dan berbusana pantas?


Itu sama halnya dengan kekesalan kami ketika berjumpa dengan rohaniawan yang hanya pintar membaca doa dan fasih ketika memberi anjuran. Kalau kalian ajak kami sabar itu berarti kalian buta terhadap apa yang sudah kami lakukan selama ini. Kurang sabar apa kami pada penguasa yang tidak bisa menangkap para pencuri uang negara. Kurang sabar apa kami membiarkan para penguasa mengubah harga BBM seenaknya sendiri. Sabar seperti apa lagi yang kami harus lakukan kalau kami juga masih bisa tersenyum pada wakil rakyat yang tak pernah bekerja untuk rakyat. Rohaniawan yang tak punya nyali sama halnya dengan seorang preman yang tak punya pengetahuan. Jika kami boleh nasehatkan, cukup kalian hidupkan agama ini sebagaimana yang dilakukan oleh utusan Tuhan sebelumnya. Agama yang tak bisa berdiam diri ketika melihat ketimpangan dan ketidak-adilan. Agama yang bukan mengajak ummatnya pasrah ketika dianiaya tetapi agama yang melatih kami bisa membedakan antara perbuatan bodoh dengan prilaku saleh.


Kami juga kuatir pada aparat keamanan yang sulit membedakan antara melindungi kepentingan penguasa dengan kepentingan negara. Penguasa itu hanya kumpulan beberapa orang yang memiliki kemauan dan kepentingan sendiri. Sedang negara adalah ‘alat’ yang digunakan untuk melayani kepentingan rakyat seluas-luasnya. Tidak ada negara yang menangkapi, memukuli bahkan membunuh rakyat secara sewenang-wenang. Para petugas atau pejabat keamanan jangan kalian ulang apa yang dilakukan oleh para prajurit kolonial sebelumnya: bisanya memukuli rakyatnya sendiri. Tahukah kalian, gaji yang kalian peroleh itu semata-mata hasil jerih payah rakyat. Imbalan yang kalian terima itu berasal dari kerelaan rakyat untuk membayar pajak, iuran dan berbagai macam sumbangan. Jadi kenikmatan maupun pundi-pundi yang kalian simpan sekarang ini berasal dari pengorbanan rakyat. Sayang banyak diantara kalian lupa dari mana sumber rejeki yang kalian dapatkan selama ini.


Rakyat pula yang berkorban untuk mencerdaskan sebagian golongan. Mereka yang kini mendapat titel sebagai intelektual dan cendekiawan sesungguhnya muncul bukan karena kecerdasan individu semata. Adalah rakyat yang rela untuk dijadikan objek penelitian, untuk jadi sasaran riset atau subyek analisis. Rakyat memberi dukungan atas tiap lembaga pendidikan yang berdiri, baik dengan suplai dana atau bantuan pekerjaan. Walau sebagian besar rakyat kini susah untuk memperoleh pendidikan, tapi itu tidak membuat mereka ingin merobohkan sekolah. Tugas cendekiawan terbesar sesungguhnya membebaskan rakyat dari belenggu kekuasaan yang menindas maupun tirani kebodohan.

Semakin tinggi seorang sekolah mustinya kian mudah memberi penjelasan tentang segala soal pada rakyat. Ternyata yang kita dapatkan sekarang adalah ilmuwan yang punya nalar berpikir yang berlawanan dengan kepentingan rakyat. Rakyat bilang sebaiknya harga BBM jangan naik, tapi para ilmuwan bilang sebaliknya. Yang menghebohkan adalah pendapat kalau ilmuwan tak harus berpikir dengan nalar populis. Orang pintar yang sulit memahami rakyatnya sama halnya dengan orang pandir yang sombong.


Lupa dari mana asal-usul juga dialami oleh para saudagar yang kini duduk sebagai pejabat. Sejarah banyak bertutur: kalau kekayaan kalian bukan diperoleh karena hasil kerja keras semata. Lebih banyak diantara kalian bisa dan terampil berbisnis karena dukungan dan sokongan para penguasa. Kami tahu, kalian begitu dekat dengan kekuasaan dan karena itulah kemudian kalian memperoleh banyak kemudahan dalam berbisnis. Sungguh sangat menyakitkan jika kemudian kalian lari ke luar negeri dan bermukim disana ketika negeri ini mengalami kebangkrutan.

Tanpa malu-malu lagi, diantara kalian ada yang merayakan pesta ulang tahun di negeri asing dengan mengundang komplotan para pejabat yang dulu pernah membesarkan pundi-pundi kalian. Dan kini kalian banyak diberi kesempatan untuk duduk sebagai pejabat. Yang kalian lakukan ternyata tetaplah sama, rakyat kalian perlakukan seperti barang dagangan. Ringan saja kalian naikkan harga BBM sama ringanya dengan kalian ubah harga barang dagangan.


Bagaimana kami bisa memaafkanmu, kalau kalian sendiri sulit meminta maaf. Meminta maaf atas wabah penyakit yang kalian tak bisa diatasi dengan cepat. Meminta maaf atas keamanan yang tak bisa kalian kendalikan. Meminta maaf atas berbagai kecelakaan angkutan yang memakan banyak jiwa rakyat. Meminta maaf karena kalian menumpuk hutang luar negeri yang kami ikut menanggung padahal kami tak pernah ikut menikmati. Meminta maaf atas biaya pendidikan yang makin mahal yang kian sulit kami akses. Meminta maaf karena tak bisa menghukum seseorang yang telah membunuh banyak pejuang rakyat. Meminta maaf karena ongkos biaya kesehatan yang terus-menerus melambung. Meminta maaf karena perkara korupsi yang tak bisa kalian selesaikan dengan cepat dan tegas. Meminta maaf pada kenaikan harga semua barang yang tak bisa kalian atur dan kendalikan. Meminta maaf karena kaliani lebih banyak berjanji ketimbang berbuat. Meminta maaf karena kekayaan kalian yang jauh lebih besar ketimbang penghasilan mayoritas rakyat.


Kini kami berada dalam kekuatiran dan kecemasan. Dengan enteng kalian bilang kalau harga minyak akan menyesuaikan harga pasar International. Dengan mudahnya kalian katakan kalau situasi berat ini akan lekas reda seiring dengan waktu. Waktu mana yang kalian bisa tunjuk: kalau makin hari makin berat kehidupan yang harus kami tanggung. Wahai para penguasa, kalau kalian mengukur harga dengan pasar International maka ukur pula, kualitas kepemimpinan kalian dengan kepemimpinan yang berlaku di beberapa negara. Di Iran seorang kepala negara sekaligus juga sosok yang tampil sederhana dan apa adanya. Rumahnya yang masih mengontrak tak membuat ia jadi orang yang selalu takut dengan kemiskinan. Di Venezuela seorang pemimpin adalah sosok yang bisa membuat layanan publik bisa dijangkau dengan murah.

Pada dua negeri itu kita melihat bagaimana seorang pemimpin bisa menegakkan kepala ketika berhadapan dengan tekanan negara asing. Mereka bukan penguasa yang haus akan pujian international, tapi sosok yang dengan ikhlas membaktikan dirinya untuk rakyat miskin. Mungkin karena itu mereka tidak begitu populer di mata negeri-negeri asing. Kadang aku ingin beri anjuran, ada baiknya kalian melawat ke Iran atau Venezuela; mencoba belajar bagaimana cara memimpin sebuah negeri. Karena kami yakin, kesalahan kalian-sementara ini- bukan karena tak bisa memimpin tapi tak tahu bagaimana cara memimpin dengan benar. Mungkin, karena itulah kami-rakyat miskin- berat untuk memaafkanmu!!

http://readresist.wordpress.com/

UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL DAN SARJANA MENGANGGUR

Ign Mahendra K*

(Disadur dari Buletin SADAR)

*Significantly, the latest edition of the World Bank's World DevelopmentIndicator (WDI) shows that the developing country that surpasses all othersin levels of health and education is Cuba, the one developing country thathas been excluded from the neoliberal world order, and the only countryother than North Korea that has received no World Bank loans for the past forty years.(James Petras dan Henry Veltmeyer)

Modal dan peranannya dalam masyarakat telah menjadi perdebatan sejak lama.Argumentasi yang selalu saja diajukan oleh pemerintah adalah jika kitamenerima penanaman modal asing maupun dalam negeri maka akan terciptapertumbuhan ekonomi nasional, lapangan kesejahteraan, daya saing dunia usahanasional, kesejahteraan masyarakat dan kapasitas teknologi nasional. Itulahyang dapat ditangkap dalam UU Penanaman Modal yang ada saat ini.

Is it alltrue or just a dream?

Tulisan ini akan menganalisa apakah dengan UU Penanaman Modal maka lapanganpekerjaan akan tercipta, terutama bagi para fresh graduate perguruan tinggidi Indonesia.

Kondisi Fresh Graduate dan Ketenagakerjaan Internasional

Kondisi krisis periodik kapitalisme global yang bermula pada tahun 1998memberikan hantaman yang sangat besar terhadap kondisi pekerja di berbagainegara. Menurut ILO (International Labor Organization) di keseluruhanAmerika Latin pada tahun 2002 angka penganggurannya sebesar 9,3 persen.Sementara itu setidaknya 47 persen penduduk Amerika Latin berada di sektorinformal. Di negara-negara maju angka pengangguran juga berada di atas 4 persen. DiInggris perkiraan jumlah angka pengangguran pada tahun 2006 sebesar 5,4%.Australia pada tahun yang sama sebesar 4.9%. Menurut Pemerintah Jerman padatahun 2006 terdapat pengangguran sebesar 9.8%. Perancis dan Jepang padatahun yang sama berturut-turut jumlah penganggurannya sebesar 9.1% dan 4.1%(CIA World Fact Book 2007). Semua angka tersebut belum termasuk mereka yangtidak mendaftarkan diri sebagai penganggur ataupun mereka yang setengahmenganggur. Sementara itu di Amerika Serikat pada tahun 2000, angka pengangguran sebesar3,9 persen. Pada tahun 2001, meningkat menjadi 4,2 persen, pada bulanFebruari 4,3 persen, pada bulan Maret 4,5 persen, pada bulan April 4,4persen, pada bulan Mei 4,5 persen hingga bulan Agustus tercatat sebesar 4,9 persen.

Paska serangan teroris ke gedung WTC bulan September, angka penganggurantercatat sebesar 5,4 persen. Pada pertengahan tahun 2003 pengangguran diAmerika Serikat berjumlah sekitar 10 persen. Jumlah 10 persen tersebuttermasuk mereka yang tidak lagi peduli untuk mendaftarkan diri sebagaipenganggur. Jumlah tersebut juga belum termasuk 40 persen tenaga kerja yangberada dalam golongan setengah menganggur. Dalam sektor manufaktur, terjadi pemecatan hampir 2,7 juta orang. Hal initerlihat dari menurunnya jumlah lapangan kerja pada bulan Juli 2000berjumlah 17,3 juta lapangan pekerjaan menjadi 14,5 juta pada bulanSeptember 2003. (Suharsih dan Ign Mahendra, 2007)Di Indonesia terdapat data dari situs BPS dan Departemen Pendidikan Nasional yang sepertinya jarang sekali dilihat oleh mahasiswa.

Berdasarkan datatersebut jumlah lulusan pendidikan tinggi di Indonesia pada tahun 2004sebesar 683.376 orang. Sementara itu jumlah lulusan pendidikan tinggi yangmasih menganggur pada tahun yang sama adalah 585.358 orang. Sejak tahun 2001 hingga tahun 2005 jumlah sarjana yang menganggur cenderungmeningkat. Pada tahun 2001 jumlah sarjana menganggur sebesar 540.233 orang.Tahun 2002 sebanyak 519.841 orang dan pada tahun 2003 sebesar 448.666 orang.Pada tahun 2005 sebesar 708.254 sarjana masih mencari pekerjaan.

Jika kita mengambil contoh data pada tahun 2004, maka dalam satu tahun setidaknyaterdapat satu juta sarjana mencari pekerjaan. Dari jumlah tersebutdiperkirakan setiap tahunnya 50 hingga 60 persen atau sekitar 500 sampai 600ribu "sarjana muda" tidak mendapatkan pekerjaan.

Akibat UU Penanaman Modal dan Jalan Keluar dari Pengangguran

Pengangguran di kalangan "sarjana muda" sebenarnya sudah demikian kasatmata. Salah satunya terlihat dari selalu ramainya acara-acara Job Fair.Kondisi pengangguran tersebut diperparah melalui UU Penanaman Modal. Dalampasal Pasal 10 ayat 2 UU Penanaman Modal disebutkan bahwa: "Perusahaanpenanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untukjabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan."Dengan UU tersebut maka pekerja asing akan membanjiri Indonesia. Hal inidiakibatkan kondisi pengangguran yang juga meningkat di berbagai belahandunia lain.


Jalan keluar dari persoalan pengangguran jelas bukan dengan berdesak-desakansetiap terdapat acara Job Fair. Pemerintah harus menjamin adanya lapanganpekerjaan bagi lulusan pendidikan tinggi. Jaminan tersebut hanya mungkindengan adanya industrialisasi nasional. Industrialisasi yang akan memajukantenaga produktif masyarakat, termasuk membuka lapangan pekerjaan, sertameningkatkan standar hidup masyarakat. Mahasiswa juga harus menyadari bahwa posisi mereka berkaitan sangat eratdengan kondisi perburuhan.

Upah yang rendah, Labor Market Flexibility,outsourcing, buruh kontrak dan berbagai kondisi perburuhan yang buruk akanjuga merugikan masa depan mahasiswa. Dengan demikian persatuan antaramahasiswa dengan buruh serta rakyat lainnya dapat tercipta.Berkaitan dengan UU Penanaman Modal, mahasiswa harus menuntut agar pemerintah mencabut UU tersebut dan membuat UU baru yang berpihak padarakyat.

Secara khusus karena UU tersebut semakin mempersempit akses merekakepada pekerjaan dan penghidupan yang layak di masa depan. Secara umumkarena UU tersebut merupakan alat untuk membawa bangsa ini pada penindasanmodal Imperialis.

* Penulis adalah Koordinator Jaringan Gerakan Mahasiswa, sekaligus anggotaForum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jawa Tengah

TIRTO ADHI SOERJO: PELOPOR KEBANGKITAN NASIONAL
Akbar T Arief *
(Disadur dari Buletin SADAR)

“Jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas Merah).” Itulah kata-kata yang sering yang diucapkan Bung Karno pada setiap kesempatan pidatonya. Namun, pada masa pemerintahan Soeharto, terjadi banyak distorsi terhadap sejarah Indonesia. Sejarah yang dimunculkan Orde Baru sangat jauh dari kenyataan yang sesungguhnya. Termasuk sejarah kebangkitan pergerakan nasional.

Dalam buku-buku sejarah Indonesia yang diajarkan di bangku sekolah, nama Tirto Adhi Soerjo tidak pernah diterangkan peranannya dalam kebangkitan pergerakan Nasional. Sejarah tersebut terpendam dan terkubur dalam-dalam di ingatan masyarakat Indonesia selama puluhan tahun. Kita bersyukur mempunyai sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. Di tangannya, sejarah Indonesia mulai muncul ke permukaan dan mendapatkan tempat di mata sejarawan Indonesia dan Indonesianis lainnya. Lewat karyanya, Tetralogi Buru dan Sang Pemula, sejarah tentang kebangkitan nasional mulai terkuak ke permukaan.

Jika kita baca lagi karya Pram, Tetralogi dan Sang Pemula – ada satu hal yang selama ini dilupakan oleh masyarakat Indonesia tentang pelopor kebangkitan. Adalah Tirto Adhi Soerjo, Sang Pemula yang memolopori kebangkitan nasional. Dengan media cetak, Tirto berhasil membangkitan semangat perlawanan rakyat nusantara. Sarekat Priyayi adalah organisasi pertama – bukan Budi Utomo – yang menjadi peletak dasar kesadaran rakyat nusantara akan pentingnya persatuan. Dan “Desa Pasircabe” sebagai tempat percobaan semangat persatuan dan kolektivitas.


Siapakah Tirto?

Tirto Adhi Soerjo, salah satu tokoh pergerakan pada awal kebangkitan nasional Indonesia. Namanya sempat tenggelam dan ter (di) lupakan sejarah. Tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengerti betul jejak langkah dan peranannya pada masa kebangkitan pergerakan. Bahkan orang hanya mengenal dia sebagai tokoh pers Nasional. Padahal, jika dibuka dan dilihat lagi lembaran sejarah, Djokomono tidak sekedar tokoh pers tetapi pelopor pergerakan. Dia berhasil membangkitkan semangat perlawanan rakyat Indonesia yang terjajah ratusan tahun dengan alat yang lebih modern yaitu organisasi.

Raden Mas ‘Djokomono’ Tirto Adhi Soerjo (Blora, 1880-1918) adalah seorang tokoh pers dan pelopor kebangkitan nasional Indonesia, dikenal juga sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia. Tirto berasal dari keluarga bangsawan dan keturunan langsung Pangeran Sambernyowo (Mangkunegara I). Meskipun Tirto berasal dari keluarga ningrat tetapi cita-cita kemerdekaan melekat dalam dirinya. Segala sumber daya yang dia miliki dicurahkan untuk memajukan bangsanya.

Peranan yang dimainkan Tirto pada awal pergerakan nasional memberi inspirasi bagi pembentukan identitas kebangsaan selanjutnya. Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Dia ju! ga berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu. Tirto Adhi Soerjo juga mendapat tempat yang banyak pula dalam laporan-laporan pejabat-pejabat Hindia Belanda, terutama laporan Dr. Rinkes.


Jejak Langkah Tirto Dalam Kebangkitan Nasional

Dalam kata pengantar buku Sang Pemula, Muhidin M. Dahlan mengatakan bahwa sebagai orang yang tersadarkan akan nasib bangsanya, Tirto terjun langsung mendidik masyarakat dengan pergerakan. Dengan semangat yang menggebu-gebu, ia sisihkan kepentingan dan kesenangan diri pribadinya; semua perhatian ia curahkan untuk mengorganisir masyarakat. Usahanya yang gigih ini membu! ah hasil berupa lahirnya Sarikat Priyayi (SP) pada tahun 1904.

Lebih lanjut, Muhidin menulis bahwa Sarikat Priyayi merupakan organisasi pergerakan pertama yang bercorak modern. SP inilah yang menjadi perintis pergerakan yang membawa setumpuk proposal awal kebangkitan kesadaran nasional dan bukannya Budi Utomo (BU). Dibandingkan dengan Budi Utomo, semangat dan wawasan SP jauh lebih. BU merupakan organisasi kesukuan sedangkan SP tidak, karena BU menggunakan bahasa Jawa dan Belanda sebagai bahasa pengantar organisasinya sedangkan SP lebih berwawasan nasional, yaitu tidak membatasi organisasinya pada paham kesukuan, menggunakan lingua-franca sebagai “bahasa bangsa-bangsa yan g terperintah”.

Dari sini dapat dilihat bahwa gagasan tentang persatuan dan nasionalisme sudah muncul sebelum berdirinya Budi Utomo walaupun nasionalismenya masih berbentuk tunas. Pada zamannya, Tirto mulai membangkitkan kesadaran persatuan rakyat lewat usaha ekonomi. Di desa Pasircabe, Tirto menghimpun dan menggerakkan masyarakat dengan usaha produksi. Dari sini dia menyadari bahwa rakyat Hindia Belanda – sebagai bangsa terperintah – mampu dipersatukan oleh kepentingan bersama, yaitu melawan pemerintah kolonial Belanda.

Usaha Tirto untuk mempersatukan ra kyat tidak berhenti sampai di sini. Pada tahun 1906 dengan usahanya yang gigih, sebuah organisasi yang mempunyai wawasan kebangsaan terbentuk. Cita-cita untuk mempersatukan bangsa termanifeskan dalam perhimpunan Sarikat Priyayi. Namun, harapan untuk menyatukan bangsanya lewat perhimpunan Sarikat Priyayi ternyata berakhir dengan kegagalan. Cita-cita Tirto untuk memajukan bangsa tidak dapat dipahami secara penuh oleh kawan-kawan seorganisasinya. Meskipun SP belum bisa membuktikan dirinya sebagai tali pengikat persatuan bangsa tapi SP sudah menjadi peletak dasar kebangkitan kesadaran persatuan.

Hancurnya SP tidak membuat Tirto berhenti untuk memajukan bangsanya. Dia tetap melakukan usahanya untuk membangkitkan kesadaran bangsanya - kesadaran untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Pada tehun 1907 dia mendirikan Medan Priyayi (MP). MP inilah yang kemudian dijadikan Tirto sebagai alat untuk memajukan bangsanya.

Keluhan-keluhan dan penderitaan yang dialami oleh rakyat bangsanya disuarakan lewat MP. MP sebagai alat memajukan dan mempersatukan bangsa pada proses perjalanan dapat membuahkan hasil. Pada kasus perseteruannya dengan Aspiran Kontrolir Purworejo, A. Simon, Tirto berhasil menggerakkan petani Bapangan untuk menuntut hak-haknya. Bahkan dengan usahanya tersebut, Gubernur Jendral J. B Van Heustz menaruh simpati pada Tirto karena mampu membangkitkan kesadaran penduduk Bapangan untuk melawan aparat birokrasi yang bertindak sewenang-wanang.

Usaha Tirto membangkitkan kesadaran bangsanya lewat alat yang lebih modern dapat dilihat sebagai kesadaran maju bagi bangkitnya gerakan pembebasan. Takashi Shiraishi melihat Tirto sebagai archetype pemimpin pergerakan dekade berikutnya dan bumiputera pertama menggerakan ”bangsa”melalui bahasanya, yaitu bahasa yang ditulisnya dalam Medan Priyayi. Lewat bahasanya itulah semangat persatuan dan kesadaran pembebasan mulai terbentuk.


Tidak puas dengan usahanya memajukan bangsanya lewat media jurnalistik, pada tahun 1909 Tirto mendirikan organisasi pergerakan yang sepanjang sejarah Indonesia sangat terkenal yaitu Sarikat Dagang Islamiah (SDI). SDI berdiri sebagai antitesa Sarikat Priyayi dan Budi Utomo yang tidak bisa merangkul semua golongan yang ada di Hindia Belanda. Pramoedya mengatakan bahwa landasan berdirinya SDI adalah mereka yang dinamai ”Kaum Mardika”, terjemahan dari Belanda ”Vrije Burgers,” yaitu mereka yang mendapatkan penghidupannya bukan dari pengabdian pada Gubermen: golongan menengah yang terdiri dari pedagang, petani, pekerja, tukang, peladang, sedangkan unsur pengikatnya adalah Islam. SDI kemudian berkembang pesat dan menjadi salah satu organisasi pergerakan diawal abad XX.

Dari jejak langkah Tirto di atas, kita sebagai bangsa yang peduli sejarah harus merenungkan kembali tentang pelopor kebangkitan nasional Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak perlu takut untuk mempertanyakan sesuatu yang sudah mapan. Kita harus mulai jujur pada sejarah semenjak dalam pikiran. Karena sejarah dapat memberikan pelajaran dan pondasi pembangunan bangsa ke depannya.

* Penulis adalah peminat sejarah dan anggota RESISTA Komite Kota Yogyakarta. Sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jawa Tengah

Senin, 12 Mei 2008

Surat untuk Presiden Republik Indonesia

Dian Purba


Salam hormat:

Kami masih ingat janji-janji Bapak semasa kampanye, begitu manis bagitu indah. "Bersama kita bisa," slogan itu Pak. Slogan itu masih mengiang di kepala kami. Ya, bersama kita bisa. Tidak ada yang salah dengan slogan itu, Pak. Bapak tampil tiap saat di televisi. Kami harus akui bapak saat itu sungguh gagah perkasa dan berwibawa. Inilah pemimpin kami, pemimpin pro-perubahan. Kelebihan bapak dari calon yang lain adalah Bapak jago mengemas visi misi bapak dengan bahasa yang sangat terbungkus rapi dengan kemasan yang sangat bagus. Bapak berjanji akan menciptakan lapangan pekerjaan untuk kami. Bapak berjanji akan membangun rumah untuk kami. Bapak berjanji akan menggratiskan kami untuk berobat. Bapak berjanji akan menjamin anak-anak kami mendapatkan pendidikan gratis. Bapak berjanji akan meningkatkan kesejahteraan kami. Bapak berjanji takkan membiarkan negeri ini digerogoti "tikus-tikus jahanam" pemakan jatah rakyat. Bapak berjani, Pak. Kami pun terenyuh. Kami pun membenarkan pilihan kami. Kami pun menjatuhkan pilihan dengan mencoblos gambar Bapak di bilik suara. Kami pun pulang ke rumah dengan beribu harapan. Harapan untuk sebuah perubahan. Harapan untuk kehidupan yang lebih sejahtera.

Tahun ini kembali kami yang Bapak jadikan tumbal. Akhir bulan ini Bapak akan menaikkan harga BBM. Tiga tahun lalu Bapak sudah melakukan ini. Tiga tahun lalu Bapak sudah menambah jumlah saudara-saudara kami yang miskin. Tiga tahun lalu Bapak menaikkan semua harga bahan pangan pokok. Tiga tahun lalu Bapak melanggar janji Bapak sendiri. Apakah pemimpin memang terbiasa melanggar janji-janji yang telah dia ucapkan? Bapak memberikan solusi kepada kami, solusi sesat: BLT. BLT menjadikan kami bermental peminta-minta. BLT menjadikan kami membunuh saudara-saudara kami sendiri. BLT menjadikan kami merusak fasilitas umum. BLT menjadikan kami benci terhadap saudara-saudara kami. BLT menjadikan kami pengemis di tanah air kami sendiri. BLT membunuh saudara-saudara kami karena antre. Ini yang kami terima, Pak. Ini yang kami dapatkan dari janji-janji manis kampanye Bapak.

Tahun ini kebijakan itu akan kami rasakan kembali. Mengulang kebijakan gagal dan mengharapkan hasil yang lebih bagus, itu gila namanya, Pak. Edan. Kadang kami berpikir, kami ini kalian anggap sebagai apa. Sapi perah aja selalu diberikan Tuannya makanan terbaik untuk mendapatkan susu terbaik. Apa yang sudah kami terima, Pak? Apa yang sudah kami dapatkan?

Wakil Bapak juga tidak kalah edannya. Wakil Bapak itu berkomentar bahwa
"… setiap ada demonstrasi menyatakan tak setuju (kenaikan harga BBM), sama dengan mengurangi rezeki orang miskin" Dia sudah mengadu domba kami. Kami jadi takut, Pak. Kami takut negeri ini akan berubah menjadi negeri di mana sesama kami kaum tertindas akan saling menghancurkan, saling mencurigai. Wakil Bapak itu mungkin pernah mendengar bahwa mulutmu adalah harimau. Bapak itu mungkin pernah mendengar bahwa kata adalah senjata. Jangan salahkan kami kalau ternyata kami berkesimpulan bahwa watak pemerintah kami memang demikianlah adanya. Watak pemerintah kami hanya akan memberikan subsidi ketika harga BBM naik.


Ada apa di balik semua ini, Pak? Apa yang salah dengan negeri ini? Apa sebenarnya yang kalian lakukan?

Pelajaran anak-anak kami di sekolah mengatakan bahwa negara kita adalah negara kaya raya. Negara beribu pulau dengan kelapa melambai di pantai. Negara yang sangat kaya dengan lautnya. Negara yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya. Tapi kenapa semuanya berbanding terbalik dengan semuanya itu, Pak? Kenapa, Pak?

Itu sudah pasti. Kehidupan kami tidak akan lebih baik. Itu sudah pasti. Kehidupan kami akan bertambah susah.

Bapak berdalih bahwa menaikkan harga BBM adalah pilihan terakhir. Bapak mengatakan bahwa perekonomian kita harus diselamatkan, APBN kita harus dijaga. Kami sepakat. Kami setuju. Tapi Bapak kehilangan satu hal: kami tidak sebodoh yang Bapak kira. Para ekonom yang Bapak pekerjakan sengaja membuat istilah-istilah sesat agar kami maklum dengan kebijakan tersebut. Mereka lupa siapa yang menggaji mereka. Mereka adalah intelektual-intelektual busuk pengkhianat. Mereka hanya tahu "beronani" teori di tengah kesusahan rakyat.

Kami tidak sebodoh yang Bapak kira. Kami tidak bisa lagi kalian kecoh dengan bahasa-bahasa ekonomi halus yang menyesatkan.


Dua kali kenaikan harga BBM sudah cukup membuat mata kami terbuka bahwa Bapak tidak becus mengemban amanat rakyat. Dua kali kenaikan BBM sudah cukup membuat kami mengerti bahwa pemerintahan ini hanyalah pemerintahan yang hanya tunduk kepada pengusaha. Ya, pengusaha merangkap penguasa. Bapak mengaku kesulitan dalam memberikan solusi.

Hari ini kami mau bilang bahwa kami lebih pintar dari Bapak.
Kami akan buktikan bahwa kami bisa memberikan solusi jitu. Dijamin mantap.

Tolak Utang Luar Negeri

Negeri ini bagaikan surga bagi pengusaha. Mereka berhutang untuk pengembangan usaha mereka namun tidak bisa membayar. Pemerintah sungguh saat baik. Pemerintah menyehatkan usaha mereka dengan berhutang ke IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia. Dan untuk itu kami harus ikut menderita.

Nasionalisasi Semua Perusahaan Tambang

Bapak sama sekali tidak bisa meniru kolega Bapak di Amerika Latin sana. Evo Morales membuat investor asing terkencing-kencing karena perusahaan mereka disita negara untuk seluruhnya kepentingan rakyat. Demikian juga denga presiden Hugo Chaves. Negeri kita jauh lebih kaya dari negera mereka. Tentunya Bapak mengetahui itu. Sudah waktunya Bapak melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan. Buat perbandingan 85: 15. 85% keuntungan tambang untuk kita dan 15% unuk mereka.

Tingkatkan Produksi Minyak dalam Negeri

Kita memiliki begitu banyak sarjana-sarjana terampil yang mengerti tentang pertambangan. Bapak harus mengoptimalkan mereka. Pekerjakan mereka untuk memperbaiki tambang-tambang yang rusak dan membuka ladang-ladang minyak baru.

Usir IMF dan Bank Dunia dari Negeri Ini

Tak ada manfaat yang kita dapatkan dari kehadiran mereka. Permintaan mereka aneh-aneh, Pak. Potong subsidilah, deregulasilah, campur tangan dikurangilah. Bapak harus tegas: "Kami tidak membutuhkan kalian (IMF dan Bank Dunia karena hanya kesusahanlah yang kalian ciptakan. Silakan keluar dari tanah air kami sekarang juga." Gitu, Pak. Wong dari PBB aja kita pernah keluar kok.

Tentang subsidi itu sudah keharusan, Pak. Kami sudah memberikan itu sebelumnya kepada pemerintah lewat pajak.

Hari ini kami katakan dengan tegas bahwa Bapak telah gagal mengemban amanat yang kami berikan. Hari ini kami katakan dengan tegas bahwa Bapak hanyalah "anjing penjaga" semua aset-aset rampokan pengusaha asing. Hari ini kami katakan dengan tegas bahwa Bapak tidak akan bisa memenuhi semua janji-janji manis itu. Dengan demikian kami akan menganugerahi Bapak sebuah gelar prestisius: Suka Bohongin rakYat. Selamat!! ***

Minggu, 11 Mei 2008

SELAMATKAN ANAK-ANAK DARI BUSUNG LAPAR

Lefidus Malau

(lefidus@yahoo.com)

ANAK-ANAK KELAPARAN

Kelaparan yang mengakibatkan gizi buruk dan kurang gizi seperti yang diderita anak-anak di NTB, NTT, Papua, Lampung dan berbagai wilayah lainnya bukanlah kejadian yang tiba-tiba muncul di Indonesia. Berbagai survei, penelitian dan berita media massa selalu mengulang laporan yang mengungkap kondisi bayi dan anak balita yang menderita kelaparan di berbagai wilayah Indonesia. Tengoklah data BPS tahun 1999, yang menyebutkan bahwa dari total 19.941.528 anak balita, yang menderita gizi buruk dan kurang gizi ada sebesar 5.256.587 anak Balita (BPS, Susenas 1989-2000). Pada tahun 1999, dikabarkan tentang ribuan bayi dan anak balita menderita gizi buruk di Sumatera Barat. Entah berapa yang menderita busung lapar atau marasmus kwarshiorkor. Kematian akibat busung lapar juga bukan kejadian yang baru. Penelitian untuk menyusun desertasi yang dilakukan dr. Saptawati Bardosono Msc tentang status gizi balita di tiga daerah miskin di Indonesia (pedesaan Alor-Rote di NTT, Banggai di Sulawesi Tengah dan kawasan miskin Jakarta) dari Januari 1999-Januari 2001 menggambarkan buruknya status gizi anak-anak di Indonesia (Kompas, 21 Februari 2003). Perbandingan antara temuan penelitian tersebut dengan kondisi anak-anak berbagai negara yang dikenal sebagai wilayah bencana di bumi ini sangat mengejutkan. Prevalensi wasting (kurus/rendahnya berat badan terhadap tinggi badan) di semua daerah penelitian melebihi 20 persen. Kondisi ini jauh lebih buruk dari keadaan di Afrika Barat (16 persen) dan Asia Tengah bagian Selatan (15 persen) pada tahun 1996. Menurut WHO, angka kematian akan meningkat secara nyata jika prevalensi wasting lebih dari lima persen (5%).


Tingkat keparahan stunting (pendek/rendahnya tinggi badan terhadap usia) di semua daerah penelitian (tahun 1999-2000) lebih tinggi dibanding kondisi Kongo saat devaluasi mata uang Afrika tahun 1994. Prevalensi stunting anak balita di pedesaan Alor-Rote (48 persen) menyamai prevalensi stunting di Afrika Timur (48 persen) dan melebihi Asia Tengah bagian Selatan (44 persen) pada tahun 2000. Keadaan Alor-Rote lebih buruk dari Sudan setelah kekeringan tahun 1983-1985. Prevalensi stunting kawasan miskin Jakarta 26 persen dan Banggai (Sulawesi Tengah) 28 persen. Stunting meningkatkan angka kematian, menurunkan fungsi kognisi dan intelektual serta meningkatkan resiko penyakit degeneratif seperti diabetes dan tekanan darah tinggi. Selanjutnya, prevalensi Anemia anak balita di Alor-Rote (75 persen) mirip Asia Tengah bagian Selatan. Sedangkan Banggai (52 persen) mirip Afrika Barat (56 persen) dan Jakarta (68 persen) polanya antara Afrika Timur dan Asia Tengah Bagian Selatan. Anemia berkait erat dengan proporsi angka kesakitan anak (infeksi saluran pernafasan, demam, diare) akibat rendahnya asupan makanan sebagai sumber zat besi.Survei Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan (Nutrition & Heatlth Surveillance System) oleh Helen Keller Foundation selama 1998-2002 menunjukkan kenyataan tentang 10 juta anak balita yang berusia enam bulan hingga lima tahun – setengah dari populasi anak balita di Indonesia -- menanggung resiko kekurangan Vitamin A. Disebutkan, makanan anak-anak tersebut sehari-hari di bawah angka kecukupan Vitamin A yang ditetapkan untuk anak balita, yaitu 350-460 Retino Ekivalen per hari (Kompas, 30 Juli 2003).

Anak-anak yang tidak dicukupi kebutuhan Vitamin A akan mengalami gangguan kesehatan mata, kemampuan penglihatan, maupun kekebalan tubuhnya. Laporan survei itu lebih jauh menyatakann bahwa sebagian anak-anak balita itu menderita penyakit mata dalam stadium lanjut akibat kekurangan Vitamin A, sehingga tidak dapat disembuhkan. Anak-anak balita tersebut mengalami kerusakan bola mata dari keratomalasia (sebagian dari hitam mata melunak seperti bubur), ulaserasi kornea (seluruh bagian hitam mata melunak seperti bubur) hingga kondisi parah xeroftalmia scars (bola mata mengecil dan mengempis).

SELAMATKAN ANAK-ANAK

Berbagai literatur menyatakan bahwa keberadaan wasting, stunting dan anemia akibat kekurangan asupan makanan yang bergizi pada bayi dan anak balita adalah bagian dari lingkaran setan kemiskinan dan penyakit infeksi. Kemiskinan mengakibatkan rendahnya tingkat pendidikan orang tua, buruknya lingkungan perumahan dan tidak adanya akses terhadap air minum dan sanitasi. Juga keterbatasan akses terhadap kebutuhan dasar lain dan pelayanan sosial termasuk pangan, kesehatan dan pendidikan. Ada sebuah postulasi bahwa keberadaan orang lapar apalagi bayi dan anak balita busung lapar merupakan pengujian utama terhadap adil dan efektifnya sistem sosial dan ekonomi di sebuah negara. Demikian mendasar fungsinya, sehingga melalui sistem pangan masyarakat (produksi - distribusi - konsumsi) dapat dipakai sebagai jendela untuk memahami sebuah masyarakat. Kelaparan yang diderita bayi dan anak balita di Indonesia jelas menunjukkan tidak adil dan efektifnya sistem sosial dan ekonomi negara Republik Indonesia.Negara bertanggungjawab atas tragedi kemanusiaan ini. Akan tetapi, bertahun-tahun sudah anak-anak kelaparan dan belum pernah DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Kasus Anak Busung Lapar atau Panitia Kerja (Panja) untuk Anak-anak Kelaparan. Kita tidak dapat mengharapkan para anggota DPR yang terus sibuk dengan Mukernas, rapat partai, kunjungan kerja, Pilkada dan Pemilu untuk tertarik mengurus soal anak busung lapar. Kita juga sangat sulit membayangkan administrasi pemerintah bekerja dalam kerangka organisasi yang terpadu bergerak cepat mengatasi soal busung lapar. Advokasi masalah ini pada tingkat kebijakan adalah penting.

Menuntut pertanggungjawaban negara adalah sebuah keharusan. Akan tetapi, jutaan anak-anak yang menderita lapar tidak dapat menunggu. Sebelum tiba pada penyelesaian di tataran politik nasional, banyak anak yang menjadi cacat (mental dan fisik) dan meninggal dalam penantian. Jutaan anak-anak tidak dapat menunggu dibentuknya Pansus atau Panja atau Tim Pencari Fakta (TPF) Kematian Anak Balita Akibat Busung Lapar atau BAKORNAS Penangulangan Busung Lapar. Harus ada tindakan, sekecil atau sesederhana apapun, untuk dapat menolong anak-anak yang menderita kelaparan.


PROMOSI SAYURAN HIJAU

Salah satu cara untuk membantu menyelamatkan bayi dan anak balita dari kekurangan gizi adalah dengan mempromosikan sayuran daun hijau. Sayuran daun hijau sudah dikenal sebagai penghasil utama dari segala macam vitamin, mineral dan protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Prof. Dr. Poorwo Soedarmo, perumus slogan “Empat Sehat Lima Sempurna,” dan kawan-kawannya telah membuat sebuah daftar sederhana sayuran hijau khas Indonesia yang dapat ditanam dengan mudah: bayam, beluntas, enceng padi, gelang, gedi, gendola, genjer, jotang, kabak, kacang panjang, kaki kuda, krokot, kangkung, katuk, kemangi, kelor, labu-labuan, leunca, mangkokan, melinjo, mengkudu, paku sayur, pepaya, sawi putih, selada air, sesawi, singkong, turi, talas, ubi jalar dan yute. Sayuran daun hijau sangat perlu untuk ibu-ibu yang sedang mengandung dan menysui. Dengan demikian anak dalam kandungan mendapat pasokan gizi yang baik yang memungkinkan pertumbuhan janin di dalam rahim. Dengan memakan sayuran daun hijau, Ibu yang sedang menyusui telah memberikan makanan yang bergizi pada anaknya melalui ASI. Sayuran daun hijau juga harus segera diberikan pada bayi begitu ia membutuhkana makanan tambahan di luar ASI. Semangkuk bubur yang dicampur dua genggam sayuran daun hijau dan sepotong tahu atau tempe cukup memadai sebagai sarapan anak-anak yang telah tumbuh gigi. Sepiring nasi dengan sayuran daun hijau yang diolah menjadi kuluban, urap, pecel atau tumis dapat mempertahankan daya hidup dan pertumbuhan anak balita. Kandungan gizi sayuran daun hijau telah terbukti ribuan tahun mempertahankan hidup komunitas yang berpantang memakan daging seperti para pendeta Budha. Kaum vegetarian yang terus berkembang bisa bekerja seperti sama produktifnya dengan mereka yang memakan daging.

Otonomi Nutrisi

Untuk mendapatkan bahan makanan, terutama sayuran daun hijau, di daerah pedesaan adalah dengan melakukan otonomi nutrisi. Artinya, penduduk pedesaan, khususnya petani miskin dengan tanah terbatas harus mengutamakan tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarganya secara langsung. Setelah makanan keluarga terpenuhi barulah dapat diusahakan produk pertanian yang akan diniagakan.


Untuk sebagian penduduk pedesaan, persoalan dapat diselesaikan melalui penggunaan rasional ruang yang ada, sesempit apapun adanya. Penduduk pedesaan dapat secara berkelanjutan memenuhi kebutuhan bagian penting dari kebutuhan gizi dengan sayuran daun hijau yang dihasilkan secara langsung di sekitar rumah. Berbagai proyek telah menunjukkan bahwa tanpa bahan-bahan dari luar dan dengan biaya yang sangat rendah. Tanah seluas 40 meter persegi dapat menghasilkan pangan untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarga (5 orang) akan mineral dan Vitamin serta 18 % dari jumlah total protein yang dibutuhkan seperti yang disarankan WHO. Luas tanah kurang dari 100 meter persegi adalah sangat relevan dengan keadaan penduduk pedesaan di Indonesia.

Kebun Organik Keluarga

Untuk kawasan perkotaan, model yang diterapkan oleh warga Kampung Banjarsari, Kelurahan Cilandak, Jakarta Selatan bisa dijadikan contoh (Kompas, 4 Juni 2005). Warga di kampung tersebut, tepatnya RW 08, berhasil menata dan menciptakan lingkungan tempat tinggal yang hijau, sejuk dan nyaman dengan cara yang sangat kreatif. Disekitar rumah masing-masing, warga menanam beragam tumbuhan. Ada tanaman produktif, tanaman pelindung, tanaman hias dan tanaman yang berkhasiat obat. Karena tidak ada lahan untuk menanam tumbuhan, warga Kampung Banjarsari menggunakan media pot untuk menanam tanaman. Pot-pot yang digunakan bervariasi dan banyak menggunakan barang bekas seperti bekas drum sampai bekas air mineral kemasan gelas. Ribuan tanaman pot ditata sehingga membentuk rerimbunan tanaman.Usaha seperti itu tidak membutuhkan biaya besar. Di Kampung Banjarsari, petugas RW bekerjasama dengan dinas pertanian untuk mendapatkan bibit-bibit tanaman yang murah. Dana untuk membeli bibit dikumpulkan dari iuran warga. Inisiatif tersebut dapat dikembangkan untuk menghasilkan sayuran daun hijau. Untuk memperkaya jenis tanaman di kebun organik keluarga, bibit bisa didapatkan dengan berburu tanaman atau saling tukar bibit antara warga.

PENUTUP

Sayangnya, tulisan ini kemungkinan besar tidak bisa dibaca oleh kelompok masyarakat yang sedang dirundung kelaparan: keluarga-keluarga yang sedang menatap anak-anak mereka yang tergolek lunglai. Para pembaca tulisan ini, diharapkan dapat membantu sesuai dengan kesempatan dan kemampuan masing-masing. Para guru sekolah maupun guru agama adalah kelompok yang paling diharapkan menjadi pendorong bagi keluarga para murid-murid untuk mengenal dan menghargai sayuran daun hijau sebagai sumber gizi yang utama. Guru dapat meluangkan sedikit waktu di sela pelajaran untuk bertanya tentang apa saja yang dimakan para murid dan sekaligus memperkenalkan khasiat sayuran daun hijau dan bagaimanan cara bercocok tanam.Para ketua RT dan ketua RW yang sangat mengenal warga dan wilayahnya sangat penting dalam gerakan memakan sayuran hijau untuk menekan kasus kurang gizi dan gizi buruk. Pertemuan-pertemuan warga dapat diisi dengan mengenal berbagai sayuran daun hijau dan manfaatnya bagi tubuh.Urun pikiran diantara para pembaca untuk menolong bayi dan anak balita dari kekurangan gizi akan mengembangkan berbagai kegiataan. Sambil bekerja kreatif untuk menolong bayi dan anak balita, kita tetap harus membangun kekuatan untuk menuntut negara bertanggung jawab atas kelaparan yang dialami jutaan bayi dan anak balita di Indonesia.

Jumat, 09 Mei 2008

Sosialisme dan Agama

Vladimir Lenin (1905)

Dari V. I. Lenin, Collected Works, Edisi Bahasa Inggris yang ke-4, Progress Publishers, Moscow, 1972, Cetakan ke-3, halaman 83-87Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Anonim (1997)Diedit oleh Anonim (Desember 1998)

Masyarakat yang ada saat ini sepenuhnya didasarkan atas eksploitasi yang dilakukan oleh sebuah minoritas kecil penduduk, yaitu kelas tuan tanah dan kaum kapitalis, terhadap masyarakat luas yang terdiri atas kelas pekerja. Ini adalah sebuah masyarakat perbudakan, karena para pekerja yang "bebas", yang sepanjang hidupnya bekerja untuk kaum kapitalis, hanya "diberi hak" sebatas sarana subsistensinya. Hal ini dilakukan kaum kapitalis guna keamanan dan keberlangsungan perbudakan kapitalis.

Tanpa dapat dielakkan, penindasan ekonomi terhadap para pekerja membangkitkan dan mendorong setiap bentuk penindasan politik dan penistaan terhadap masyarakat, menggelapkan dan mempersuram kehidupan spiritual dan moral massa. Para pekerja bisa mengamankan lebih banyak atau lebih sedikit kemerdekaan politik untuk memperjuangkan emansipasi ekonomi mereka, namun tak secuil pun kemerdekaan yang akan bisa membebaskan mereka dari kemiskinan, pengangguran, dan penindasan sampai kekuasaan dari kapital ditumbangkan.

Agama merupakan salah satu bentuk penindasan spiritual yang dimanapun ia berada, teramat membebani masyarakat, teramat membebani dengan kebiasaan mengabdi kepada orang lain, dengan keinginan dan isolasi. Impotensi kelas tertindas melawan eksploitatornya membangkitkan keyakinan kepada Tuhan, jin-jin, keajaiban serta jang sedjenisnya, sebagaimana ia dengan tak dapat disangkal membangkitkan kepercayaan atas adanya kehidupan yang lebih baik setelah kematian.

Mereka yang hidup dan bekerja keras dalam keinginan, seluruh hidup mereka diajari oleh agama untuk menjadi patuh dan sopan ketika di sini di atas bumi dan menikmati harapan akan ganjaran-ganjaran surgawi. Tapi bagi mereka yang mengabdikan dirinya pada orang lain diajarkan oleh agama untuk mempraktekkan karitas selama ada di dunia, sehingga menawarkan jalan yang mudah bagi mereka untuk membenarkan seluruh keberadaannya sebagai penghisap dan menjual diri mereka sendiri dengaan tiket murah untuk menuju surga.

Agama merupakan candu bagi masyarakat. Agama merupakan suatu minuman keras spiritual, di mana budak-budak kapital menenggelamkan bayangan manusianya dan tuntutan mereka untuk hidup yang sedikit banyak berguna untuk manusia.Tetapi seorang budak yang menjadi sadar akan perbudakannya dan bangkit untuk memperjuangkan emansipasinya ternyata sudah setengah berhenti sebagai budak. Para buruh modern yang berkesadaran-kelas, digunakan oleh industri pabrik skala besar dan diperjelas oleh kehidupan perkotaan yang merendahkan kedudukan di samping prasangka-prasangka religius, meninggalkan surga kepada parra pastur dan borjuis fanatik, dan mencoba meraih kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri di atas bumi ini.

Proletariat sekarang ini berpihak pada sosialisme, yang mencatat pengetahuan dalam perang melawan kabut agama, dan membebaskan para pekerja dari keyakinan terhadap kehidupan sesudah mati dengan mempersatukan mereka bersama guna memperjuangkan masa sekarang untuk kehidupan yang lebih baik di atas bumi ini.Agama harus dinyatakan sebagai urusan pribadi. Dalam kata-kata inilah kaum sosialis biasa menyatakan sikapnya terhadap agama.

Tetapi makna dari kata-kata ini harus dijelaskan secara akurat untuk mencegah adanya kesalahpahaman apapun. Kita minta agar agama dipahami sebagai sebuah persoalan pribadi, sepanjang seperti yang diperhatikan oleh negara. Namun sama sekali bukan berarti kita bisa memikirkan agama sepanjang seperti yang diperhatikan oleh Partai. Sudah seharusnya agama tidak menjadi perhatian negara, dan masyarakat religius seharusnya tidak berhubungan dengan otoritas pemerintahan. Setiap orang sudah seharusnya bebas mutlak menentukan agama apa yang dianutnya, atau bahkan tanpa agama sekalipun, yaitu, menjadi seorang atheis, dimana bagi kaum sosialis, sebagai sebuah aturan.

Diskriminasi diantara para warga sehubungan dengan keyakinan agamanya sama sekali tidak dapat ditolerir. Bahkan untuk sekedar penyebutan agama seseorang di dalam dokumen resmi tanpa ragu lagi mesti dibatasi. Tak ada subsidi yang harus diberikan untuk memapankan gereja, negara juga tidak diperbolehkan didirikan untuk masyarakat religius dan gerejawi.

Hal-hal ini harus secara absolut menjadi perkumpulan bebas orang-orang yang berpikiran begitu, asosiasi yang independen dari negara. Hanya pemenuhan seutuhnya dari tuntutan ini yang dapat mengakhiri masa lalu yang memalukan dan keparat, saat gereja hidup dalam ketergantungan feodal pada negara, dan rakyat Rusia hidup dalam ketergantungan feodal pada gereja yang mapan, ketika di jaman pertengahan, hkum-hukum inquisisi (yang hingga hari ini masih mendekam dalam hukum-hukum pidana dan pada kitab undang-undang kita) ada dan diterapkan, menyiksa banyak orang untuk keyakinan maupun ketidakyakinannya, memperkosa hati nurani orang-orang, dan menggabungkan pemerintah yang enak dan pendapatan dari pemerintah, dengan dispensasi ini dan itu yang membiuskan, oleh lembaga gereja.

Pemisahan yang tegas antara lembaga Negara danGereja adalah apa yang dituntut proletariat sosialis mengenai negara modern dan gereja modern.Revolusi Rusia harus memberlakukan tuntutan ini sebagai sebuah komponen yang diperlukann untuk kemerdekaan politik. Dalam hal ini, revolusi Rusia berada dalam sebuah posisi yang menyenangkan, karena ofisialisme yang menjijikkan dari otokrasi feodal polisi berkuda telah menimbulkan ketidakpuasan, keresahan, dan kemarahann bahkan di antara para pendeta. Serendah-rendahnya dan sedungu-dungunya pendeta Orthodoks Rusia, mereka pun sekarang telah dibangunkan oleh guntur keruntuhan tatanan abad pertengahan yang kuno di Rusia. Bahkan mereka yang bergabung dalam tuntutan untuk kebebasan, memprotes praktek-praktek birokratik dan ofisialisme, hal memata-matai polisiyang sudah ditetapkan sebagai "pelayan Tuhan".

Kita kaum sosialis harus memberikan dukungan kita pada gerakan ini, mendukung tuntutan para pendeta yang jujur dan tulus hati menuju ke tujuan mereka, membuat mereka meyakini kata-kata mereka tentang kebebasan, menuntut bahwa mereka harus memutuskan semua hubungan antara lembaga keagamaan dan kepolisian. Seperti juga bagi Anda yang tulus hati, di tiap kasus Anda harus mempertahankan pemisahan antara Gereja dengan Negara dan sekolah dengan Agama, sepanjang agama sudah dinyatakan secara tuntas dan menyeluruh sebagai urusan pribadi. Atau Anda tidak menerima tuntutan-tuntutan konsisten tentang kebebasan ini, dalam kasus dimana Anda tetap terpikat dengan tradisi inkuisisi, dalam kasus dimana Anda tetap berpegang teguh dengan kerja pemerintahan yang enak dan pendapatan dari pemerintah, dalam kasus dimana Anda tidak percaya terhadap kekuatan spiritual dari senjatamu dan melanjutkan untuk mengambil suap dari negara.

Dan dalam kasus itulah para pekerja berkesadaran-kelas di seluruh Rusia menyatakan perang tanpa ampun terhadap Anda.Sepanjang yang diperhatikan kaum sosialis proletariat, agama bukanlah sebuah persoalan pribadi. Partai kita adalah sebuah asosiasi dari para pejuang maju yang berkesadaran kelas, yang bertujuan untuk emansipasi kelas pekerja. Sebuah asosiasi seperti itu tidak dapat dan tidak seharusnya mengabaikan adanya kekurangan kesadaran- kelas, ketidaktahuan atau obscurantisme (isme kekaburan, ketidakjelasan) dalam bentuk keyakinan-keyakinan agama. Kita menuntut pembinasaan sepenuhnya terhadap Gereja dan dengannya mampu menerangi kabut religius yang begitu ideologis dan dengan sendirinya senjata ideologis, dengan sarana pers kita dan melalui kata dari mulut.

Namun kita mendirikan asosiasi kita, Partai Buruh Sosial-Demokrat Rusia, tepatnya untuk sebuah perjuangan melawan setiap agama yang menina bobokan para pekerja. Dan bagi kita perjuangan ideologi bukan sebuah urusan pribadi, namun persoalan seluruh Partai, seluruh proletariat.Jika memang demikian, mengapa kita tidak menyatakan dalam Program kita bahwa kita adalah atheis? Mengapa kita tidak melarang orang-orang Kristen dan para penganut agama Tuhan lainnya untuk bergabung dalam partai kita?Jawaban terhadap pertanyaan ini akan memberikan penjelasan tentang perbedaan yang cukup penting dalah hal persoalan agama yang ditampilkan oleh para demokrat borjuis dan kaum Sosial-Demokrat.


Program kita keseluruhannya berdasar pada cara pandang yang ilmiah, dan lebih jauh materialistik. Oleh karenanya, sebuah penjelasan mengenai program kita secara amat perlu haruslah memasukkan sebuah penjelasan tentang akar-akar historis dan ekonomis yang sesungguhnya dari kabut agama. Propaganda kita perlu memasukkan propaganda tentang atheisme; publikasi literatur ilmiah yang sesuai – dimana pemerintah feodal otokratis hingga saat ini telah melarang dan menyiksa – yang pada saat ini harus membentuk satu bidang dari kerja partai kita. Kita sekarang mungkin harus mengikuti nasehat yang diberikan Engels kepada kaum Sosialis Jerman: menterjemahkan dan menyebarkan literatur intelektual Pencerahan Perancis abad ke-18 dan kaum atheis. [36]

Namun bagaimanapun juga kita tidak boleh dan tidak patut untuk jatuh dalam kesalahan menempatkan persoalan agama ke dalam sebuah abstrak, kebiasaan jang idealistik, sebagai sebuah masalah "intelektual" yang tak berhubungan dengan perjuangan kelas, seperti yang tidak jarang dilakukan oleh kaum demokrat-radikal yang ada di antara kaum borjuis. Tentulah bodoh untuk berpikir bahwa, dalam sebuah masyarakat yang berdasar pada penindasan tanpa akhir dan merendahkan massa pekerja, prasangka-prasangka agama bisa disingkirkan hanya melalui metode propaganda melulu.

Inilah kesempitan cara berpikir borjuis yang lupa bahwa beban agama yanng memberati kehidupann manusia sebenarnya tak lebih adalah sebuah produk dan refleksi beban ekonomi yang ada di dalam masyarakat. Tak satupun dari famplet khotbah, berabapun jumlahnya, dapat memberi pencerahan pada kaum proletariat, jika ia tidak dicerahkan dengan perjuangannya sendiri melawan kekuatan gelap dari kapitalisme. Persatuan dalamperjuangan revolusioner yang sesungguhnya dari kelas kaum tertindas untuk menciptakan sebuah sorgaloka di bumi, lebih penting bagi kita ketimbang kesatuan opini proletariat di taman firdaus surga.Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kita tidak dan tidak akan menyatakan atheisme dalam program kita, itulah mengapa kita tidak akan dan tidak akan melarang kaum proletariat yang tetap memelihara sisa-sisa prasangka lama untuk menggabungkan diri mereka dengan Partai kita.

Kita akan selalu mengkhotbahkan cara pandang ilmiah, dan hal itu essensial bagi kita untuk memerangi ketidakkonsistenan dari berbagai aliran "Nasrani". Namun bukan berarti bahwa pada akhirnya persoalan agama akan dikembangkan menjadi persoalan utama, sementara hal itu sudah tidak dipersoalkan lagi, atau bukan pula berarti bahwa kita akan membiarkan semua kekuatan dari perjuangan ekonomi dan politik revolusioner yang sesungguhnya untuk dipilah-pilah mengikuti opini tingkat ketiga ataupun ide-ide yang tidak masuk akal. Karena hal ini akan segera kehilangan semua arti penting politisnya, segera akan disapubersih sebagai sampah oleh perkembangan ekonomi.


Dimanapun kaum borjuis reaksioner hanya memperhatikan dirinya sendiri, dan sekarang sudah mulai memperhatikan dirinya di Rusia, dengan menggerakkan perselisihan agama – karenanya dalam rangka membelokkan perhatian massa dari problem-problem ekonomi dan politik yang demikian penting dan fundamental, pada saat ini diselesaikan dalam praktek oleh semua proletariat Rusia yang bersatu dalam perjuangan revolusioner.

Kebijaksanaan revolusioner yang memecahbelahkan kekuatan kaum proletariat, dimana pada saat ini manifestasinya muncul dalam program Black-Hundred, mungkin besok akan menyusun bentuk-bentuk yang lebih subtil. Kita, pada setiap tingkat, akan melawannya dengan tenang, secara konsisten dan sabar berkhotbah tentang solidaritas proletarian dan cara pandang ilmiah – seorang pengkhotbah yang asing pada apapun hasutan-hasutan perbedaan sekunder.

Kaum proletariat reevolusioner akan berhasil dalam membentuk agama menjadi benar-benar urusan pribadi, sejauh yang diperhatikan oleh negara. Dan dalam sistem politik ini, bersih dari lumut-lumut abad pertengahan, kaum proletariat akan keluar dan membuka pertarungan untuk mengeliminasi perbudakan ekonomi, sumber yang murni dari segala omong kosong relijius manusia.

Novaya Zhizn, No. 28.3 Desember, 1905Tertanda: N. LeninDiterbitkan sesuai dengan teks yang dalam Novaya ZhiznCatatan36. lihat Frederick Engels, "Flüchtlings-Literatur", Volksstaat, No. 73, 22/6/1874, halaman 86.

Kamis, 08 Mei 2008

ADIPURA, CARA LAIN MENYINGKIRKAN KAUM MISKIN
Oleh Indra N. Azies *
(Disadur dari Buletin SADAR)

Adipura, sebuah penghargaan yang diberikan kepada kota berwawasan lingkungan hidup. Penghargaan yang diharapkan memacu kota dan kabupaten agar mampu melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan baik dan benar. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 tahun 2006, disebutkan bahwa kawasan yang dipantau meliputi perumahan, sarana perkotaan, sarana transportasi, perairan terbuka, sarana kebersihan dan pantai wisata.


Namun kemudian, persoalan lain kembali muncul terutama ketika pemerintah kota dan kabupaten memakai dalih untuk mendapat penghargaan Adipura, mereka melakukan pola represif dengan penggusuran dan pengurangan waktu berjualan terhadap pedagang kaki lim! a, pedagang pasar dan pembersihan bagi pemukiman kumuh yang pa! da akhir nya komunitas dan kelompok miskin kota menjadi korban dari keangkuhan kota demi mengejar sebuah prestise semata, lahan hidup dan berkehidupan warga kota dihilangkan secara paksa, tanpa pernah diberikan sebuah jawaban atas kemiskinan yang diciptakan oleh pemerintah.


Pemahaman atas penghargaan Adipura telah dimaknai secara sempit, sehingga cara pandang tersebut hanya berdasarkan formalitas semata, tanpa pernah melakukan pendalaman terhadap sebuah sistem pengelolaan kota yang dapat memberikan kehidupan yang layak bagi seluruh warganya.


Kelompok-kelompok ! miskin kota, yang sebagian besar berprofesi di sektor informal, semisal pedagang kaki lima, pedang pasar, pengamen, pedagang asongan, komunitas perkampungan kumuh selalu menjadi korban dari kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepadanya, terutama dalam memperoleh ruang dan akses untuk dapat berusaha dan berjuang mempertahankan hidupnya.

Sedangkan di sisi lain, sistem pengelolaan kota hanya berpihak kepada kelompok-kelompok elit dengan memberi peluang ijin bagi pembangunan-pembangunan mal, pasar swalayan, hypermarket, hotel tanpa melihat imbas terhadap kehidupan pedagang pasar dan pedagang kaki lima. Pemerintah hanya berpikiran bahwa pembangunan-pembangunan tersebut demi tujuan peningkatan pendapatan asli daerah.


Bila saja Kementeria! n Lingkungan Hidup (KLH) tidak segera melakukan perubahan terh! adap kri teria penilaian Adipura, maka KLH merupakan bagian yang telah menghilangkan hak hidup dan hak bekerja dan berusaha warga negara, termasuk hak ekonomi, sosial dan budaya dalam hak asasi manusia. Proses penghilangan yang secara sistematis dan meluas ini dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran HAM berat.

Adipura, ketika menjadi cara lain membunuh rakyat, harusnya secepatnya dilakukan evaluasi menyeluruh. Pelibatan kalangan organisasi non pemerintah, organisasi masyarakat (paguyuban PKL, paguyuban pedagang pasar, komunitas pengamen) masih jauh dari harapan, sehingga kemudian penilaian terhadap sebuah kota untuk memperoleh penghargaan Adipura menjadi menghilangkan nilai etika sosial di dalam lingkungan hidup.


Adipura harusnya bisa memberikan sebuah arahan yang tepat bagi kota untuk lebih ramah terhadap warga sehingga bukan semata terhadap kondisi lingkungan hidup yang lebih baik. Karena sejatinya, pengelolaan lingkungan hidup ditujukan pada peningkatan kesejahteraan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya di permukaan bumi dan untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup fisik, biologi dan sosial di dalam kawasan kelolanya.

* Penulis aktif di Perkumpulan PERDIKAN Semarang, sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jawa Tengah.

Minggu, 04 Mei 2008

Intelektual Apolitis
Oleh Otto Rene Castillo

suatu hari inteletual apolitis

dari negeriku akan diinterograsi

oleh rakyat-rakyat kita

yang sederhana.

mereka akan ditanyai

apa yang mereka perbuat

saat bangsa mereka

perlahan-lahan mati

seperti api yang manis

kecil dan sendirian.

tak seorangpun bertanya pada mereka

soal pakaian mereka,

tidur siang mereka yang panjang

setelah makan siang,

tak seorangpun akan mau tahu

tentang serangan-serangan

mereka yang steril

dengan "the idea of the nothing"

tak seorangpun

akan peduli soal pembelajaran finansial mereka yang tinggi

mereka tidak akan ditanyai soal

mitologi yunani,

atau memperhatikan kejijikan mereka

saat salah seorang diantaranya

mulai sekarat

mati sebagai pengecut

mereka akan ditanyai

semata-mata soal pembenaran mereka yang absurd,

yang lahir dalam bayang-bayang

kepalsuan absolut

pada hari itu

orang yang sederhana akan muncul

mereka yang tidak memiliki tempat

dalam buku-buku dan puisi-puisi

para intelektual apolitis,

tetapi yang setiap hari menghantarkan

roti dan susu mereka, tortilla-tortilla dan telur-telur mereka

mereka yang menyupiri mobil-mobil mereka

yang merawat dan menjaga taman-taman dan

anjing-anjing mereka dan bekerja pada mereka

dan mereka akan bertanya;

"apa yang kamu lakukan saatsi miskin menderita,

saat kasih sayang

dan hidup membakari mereka"

intelektual apolitis

dari negeriku yang manis kamu tidak akan mampu menjawab

burung nazar kebisuan

akan memakan ususmu

kengerian akan merasuki jiwamu

dan kau akan membisu dalam malu.

Otto Rene Castillo adalah penyair dan revolusioner Guatemala
Diterjemahkan oleh Utche

(Disadur dari rumahkiri.net)

KARTINI ERA REFORMASI

Oleh Dwita Handayani *

(Disadur dari Buletin SADAR)

Kartini dikenal sebagai Tokoh pencetus emansipasi perempuan, dengan menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak perempuan agar berkedudukan sama dimasyarakat. Selama Orde Baru hari Kartini dimanipulasi untuk mengesahkan peran perempuan dalam posisi subordinat. Peran perempuan diarayakan dalam fantasi patriarkis, seperti identiknya tradisi perayaan 21 April dengan memakai kebaya dan harus ikut organisasi seperti Dharma Wanita yang menempatkan perempuan tak lebih dari pendamping laki-laki . Kartini wafat tahun 1904 akibat proses persalinan yang merenggut nyawanya,tapi tak mematikan kemunculan sejumlah organisasi yang memperjuangkan hak-hak perempuan di tengah masyarakat patriakal.

Pada dasarnya tujuan organisasi tersebut sama yaitu memperjuangkan posisi perempuan dalam bidang sosial budaya, yang bermaksud memelihara nilai dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Jaman kolonial, isu utama gerakan perempuan beredar seputar kesempatan pendidikan dan kesejahteraan anak dan ibu. Ketika Orde Baru berkuasa, perempuan hanya dijadikan alat untuk penjaga rumah tangga. Perkembangan gerakan perempuan di masa kemerdekaan membuahkan perdebatan soal definisi diri gerakan perempuan sebagai gerakan politik. Lahirlah beberapa organisasi perempuan independen yang tujuannya membangun posisi perempuan yang kritis berjuang untuk keadilan gender dan demokrasi.

Gerakan Perempuan, Dinamika Sosial, dan Emansipasi yang Sejati

Gerakan perempuan di Indonesia merupakan cerminan nyata kondisi pergolakan sosial politik masyarakatnya. Gerakan perempuan mayoritas dimotori para perempuan kalangan elite kelas menengah dan atas. Dengan demikian, norma dan orientasi yang menjadi pegangan adalah yang berasal dari latar belakang mereka, yang dalam banyak hal adalah sintesa nilai-orientasi feodal dan kelas menengah. Itu sebabnya yang diperjuangkan pada masa kolonial adalah pendidikan perempuan model barat -- yang jadi ukuran kemajuan masa itu -- tapi ditujukan untuk penguasaan perempuan atas keterampilan kewanitaan yang akan menjamin mereka dapat melaksanakan dengan baik peran tradisionalnya.

Saat ini, setelah gerakan perempuan kita berumur sekitar 1 abad, orientasi dominan nampaknya justru diseret kembali pada domestifikasi gerakan perempuan, yang dibangun pondasinya pada kekuasaan Orde Baru. Perempuan masih menjadi korban kebudayaan berdasarkan ideologi patriarkhis dan serba maskulin.

Walau begitu secercah harapan terbit dari proses keterbukaan komunikasi yang nampaknya akan jadi rujukan orientasi gerakan perempuan. Contohnya kasus Marsinah, seorang buruh perempuan yang berjuang untuk hak-hak normatif sebagai buruh telah berujung kematian akibat perbuatan Negara Orde Baru. Tersebarnya kabar tentang Marsinah ternyata membuat buruh-buruh perempuan semakin militan dalam barisan perjuangan buruh. Tetapi perjuangan perempuan sebagai bagian dari gerakan buruh tidak membuat kaumperempuan harus berhenti dalam kesadaran sektoral kerjanya saja tapi juga harus membongkar budaya patriarki di manapun termasuk di serikat buruh -bila memang masih banyak terjadi. Aktivis buruh perempuan berkewajiban menuntut hak bagi perempuan mengontrol tubuh mereka sendiri, kesamaan politik dan sosial (hak untuk merdeka secara ekonomi dan kesetaraan), kesempatan studi yang setara, hak untuk bebas dari eksploitasi, dan kekerasan seksual. Karena itu kita sebagai perempuan yang hidup di jaman reformasi perlu menyatukan kesadaran untuk melawan sumber-sumber penindasan perempuan dan kemanusiaan yaitu sistem perdagangan bebas dan proses sosial produksi neoliberal, yang keduanya tidak adil dan anti kesetaraan - termasuk gender.


Kita harus selalu kritis terhadap tujuan perjuangan gerakan perempuan diIndonesia, karena seringkali emansipasi ditempatkan dalam batas yang tidak bertabrakan dengan kepentingan status quo. Kita tidak bisa diam bila dikatakan penindasan dan ketidaksetaraan perempuan tidak berhubungan dengan sistem sosial yang bekerja. Dengan kata lain, tujuan yang diperjuangkan oleh gerakan perempuan di Indonesia adalah selalu emansipasi, dan emansipasi yang sejati adalah bebas dari kapitalisme.

* Penulis adalah anggota Simpul Demokrasi Tangerang, sekaligus anggota ForumBelajar Bersama Prakarsa Rakyat dari ! Simpul Jabodetabek.