Rabu, 04 Juni 2008

HARI GINI, MASIH PERCAYA JANJI POLITIK ARTIS KE RAKYAT?
Fitri *
(Disadur dari Buletin SADAR)

“..hari gini kalau tidak punya uang jangan berkecimpung di dunia politik..” (ucapan wakil bupati Tangerang, Rano Karno di tayangan SILET RCTI 21 Mei 2008)

Di tayangan infotainment itu diperlihatkan pula bagaimana hegemoni yang menciptakan pencitraan di kesadaran orang banyak bahwa hanya yang banyak uang lah yang bisa melenggang di percaturan politik Indonesia. Baru-baru ini pula kita lihat di tayangan televisi beberapa artis akan mengikuti jejak Rano Karno dan Dede Yusuf yang melenggang menjadi bagian dari antek kapitalis. Keberhasilan 2 aktor film ini dalam memenangkan kursi pemerintahan, menunjukan bahwa sebenarnya kepercayaan rakyat terhadap kandidat yang berasal dari kalangan birokrat dan militer semakin memudar dan cenderung untuk memilih kandidat yang sama sekali belum masuk ajang pemilihan pemimpin daerah, seperti yang terjadi di Jawa Barat.

Tak akan lama lagi Saipul Jamil (si penyanyi dangdut), Ikang Fauzi (seorang rocker dan pengusaha), Wanda Hamidah segera menyusul. Hanya bermodalkan ketenaran dan punya uang saja mereka, karena untuk pencalonan saja -hanya sekedar mengambil formulir dibutuhk an biaya sebesar 15 juta- begitu penuturan seorang artis yang akan mencalonkan menjadi walikota Serang.

Pertanyaannya adalah mengapa partai politik yang ada sekarang menggunakan para artis untuk menjadi wakil-wakil rakyat di parlemen ataupun menajadi pemimpin rakyat di daerah? Masyarakat harus tahu bahwa cara “jualan artis” tersebut adalah bagian dari strategi partai borjuis. Kemunculan artis sebagai calon dalam berbagai pilkada tidak akan mensejahterakan rakyat, karena mereka berasal dari lingkungan yang borjuis, glamour, dan bukan berasal dari rakyat pekerja yang menderita tapi sebenarnya menopang perekonomian Negara.

Rakyat diajak untuk melupakan masalah yang menimpa diri mereka karena disajikan seorang pemimpin yang berasal dari kalangan entertainer. Padahal permasalahan yang terjadi tidak akan pernah selesai walaupun berganti pemim! pin tetapi masih berada di ranah sistem kekuasaan modal (kekuasannya kaum borjuis) yang selama ini membelenggu rakyat.

Media infotainment menyihir pikiran rakyat pekerja yang menontonnya (karena gak ada kerjaan dan semua TV melakukan hal yang sama) dan menjadi raung propaganda kapitalis, yang menyatakan bahwa uang adalah segala-galanya. Pilkada dan menjelang pemilu 2009 lagi-lagi rakyat harus ditipu agar tidak bangkit merebut kekuasaan. Maraknya artis yang menjadi politisi adalah taktik yang sedang diuji keefektifannya, tetapi sudah pasti tidak akan membawa perubahan bagi kehidupan rakyat Indonesia. Sudah bukan saatnya rakyat menitipkan agendanya ke tangan-tangan elit politik borjuasi, ke tangan-tangan artis yang hanya bermodalkan ketenaran untuk merebut simpatik masyarakat.

Pe nderitaan rakyat hanya dijadikan untuk berkampanye elit politik borjuis. Penderitaan rakyat hanya dijadikan rayuan gombal untuk meraih kekuasaan negara, tapi ketika memerintah justru untuk menindas rakyat. Apakah para artis akan menolong rakyat melalui partai-partai borjuis? Jawabannya jelas, semua itu bualan saja dan sudah sering didengar oleh rakyat. Dalam status sosial kemasyarakatan posisi artis hari ini adalah sebagai kaki tangan kapitalis untuk mencekoki rakyat dengan berbagai tayangan di media, baik melalui iklan, sinetron, dan berbagai sandiwara lainnya yang membuat rakyat semakin hanyut dalam khayalanya untuk pemenuhan ekonomi yang nyatanya kian hari semakin mahal.

Yang Tidak Dibicarakan Para ArtisPara artis yang bermain di Pilkada sesuai pesanan para penguasa modal tidak akan pernah bicara caranya melepaskan belenggu rakyat dari kemiskinan dan penghisapan. Artis bicara hal-hal lain yang mengalihkan perdebatan soal mengapa kehidupan rakyat diisi dengan berbagai kebijakan yang terus menghisap darah rakyat. Ketidakpastian kerja, upah murah, sistem kerja kontak dan outsourcing adalah bentuk dari penindasan kaum kapitalis. Sekarang lihat, apakah Rano Karno bicara bagaimana menghapus itu semua di Kabupaten Tangerang?

Dengan masuknya para artis menjadi elit-elit politik dan kaki tangan kapitalis jelas tidak akan menyelesaikan masalah. Rakyat bukan butuh hiburan semu yang akan memanjakan nasib rakyat tapi sekaligus dijadikan taruhan dalam perjudian kapitalisme. Nasib rakyat bukan untuk spekulasi gerak modal yang diakumulasikan oleh pemilik modal. Agar rakyat tidak digadaikan, tidak jadi taruhan, maka rakyat pekerjalah yang harus berkuasa. Rakyat pekerja lah yang harus memimpin dan merubah! segala kebijakan yang anti rakyat yang selama ini menjadi keb! ijakan p emerintah yang bertekuk lutut di bawah ketiak kaum pemilik modal dan tidak bisa membawa rakyat ke taraf hidup yang layak. Jangan biarkan perlawanan rakyat hari ini dimanfaatkan oleh segilintir orang yang ingin menjadi pahlawan kesiangan di tengah-tengah massa rakyat yang sedang mulai membangun kekuatan.

Ayo bersatu lawan penjajahan bentuk baru, penjajahan kaum modal!

* Penulis adalah anggota Federasi Serikat Pekerja Karawang (FSPEK), sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek

Tidak ada komentar: