Selasa, 29 April 2008

Harmoni Dalam Kapitalisme?

Coen Husain Pontoh

HARI-HARI ini, frasa yang paling seringdidengung-dengungkan, terutama di kalangan pejabatbirokrasi Partai Komunis Cina, adalah frasa“harmonious society/ héxié shèhuì” atau “masyarakatharmonis.”Frasa ini pada mulanya digaungkan oleh Jiang Zemin,sekretaris jenderal PKC setelah Deng Xiaoping, ketikamemberikan laporan dalam Kongres ke-16 PKC padatanggal 8-14 Nopember, 2002, dimana ia mengemukakanpentingnya untuk menciptakan sebuah “masyarakat yanglebih harmonis.”

Selanjutnya, pada bulan Juni 2004,People’s Daily melaporkan berita tentang aktivitasyang terjadi di provinsi Zhejiang, yang sedangmempromosikan apa yang disebut “Peaceful Zhejiang.”Laporan itu mengutip pernyataan sekretaris provinsi XiJinping, yang mengatakan, “Untuk mempromosikanpembangunan ekonomi adalah tujuan politik kita, dan untuk mempertahankan sebuah masyarakat yang stabil danharmonis juga merupakan tujuan politik kita.”Kemudian, dalam Kongres Rakyat Nasional pada 2005,pemerintahan baru Hu-Wen (Hu Jintao dan Wen Jiabao),untuk pertama kalinya secara resmi mengusung gagasanmengenai pergeseran fokus pembangunan nasional daripertumbuhan ekonomi ke keseimbangan masyarakat secarakeseluruhan. Dan menjadi sebuah isu nasional bahkan,menjadi sebuah kebijakan politik PKC, ketika HuJintao, sekretaris jenderal PKC pengganti Zemin,melontarkannya dalam kongres ke-17 PKC, yangberlangsung pada 15 Oktober 2007, di Beijing, Cina.Dalam pidatonya, Hu menginstruksikan kepada seluruhpejabat partai di segala tingkatan dan pemerintahanpusat untuk menjadikan “pembangunan masyarakat yangharmonis” sebagai prioritas utama dalam agendakerjanya.

Program ini sendiri didasarkan pada tujuan untuk membangun masyarakat yang sejahtera dan pembangunansituasi sosialis yang baru. Menurut Xiao Zhuoji,profesor ilmu ekonomi di Universitas Peking danwakil-presiden dari the Social and Legal AffairsCommittee of the Chinese People's PoliticalConsultative Conference, pembangunan sebuah masyarakatyang baru pertama-tama berarti menempatkan rakyatsebagai yang utama. Dalam masyarakat yang harmonis,diharapkan rakyat di semua tingkatan salingmenghormati satu-sama lain. Dan pada akhirnya, kerja,pengetahuan, teknologi, kapital, dan seluruh faktoryang menciptakan kesejahteraan, yang bisa menghasilkankeuntungan, seharusnya saling menghormati sejauhmereka menyumbang pada masyarakat.

Ketimpangan Sosial yang Tajam

Dengan dijadikannya kebijakan “pembangunan masyarakatyang harmonis” sebagai agenda utama kerja partai danpemerintah, muncul beragam tafsir mengenai dasar utamadi balik kebijakan itu. Ini lumrah, karena inilahuntuk pertama kalinya setelah reformasi pada 1978,pemerintah Cina menjadikan teman keadilan sosialsebagai kebijakan resmi.Allen T. Cheng, misalnya, mengatakan, dasar di balikkebijakan itu harus dilihat pada pengaruh ajaranKonfusian yang melekat kuat pada diri Hu Jintao.

Menurut Cheng, ketika Mao Zedong mengambilalihkekuasaan di Cina pada 1949, Hu yang saat itu baruberumur enam tahun, sedang asyik-asyiknya belajarKonfusian dari bapaknya, seorang pedagang teh di rumahmereka di sebelah timur kota Taizhou. Pendapat lainmengatakan, kebijakan “membangun masyarakat yangharmonis” sesungguhnya dimaksudkan untuk menyelamatkannasib PKC. Seperti dikemukakan Laurence Brahm, penulisbuku "China's Century: The Awakening of the NextEconomic Powerhouse'' (Wiley 2001), "ideologi komunistelah mati dan di Cina saat ini terjadi kekosonganspiritual yang luar biasa.

Dengan mengajukan kebijakantersebut, Hu mencoba mengisi kekosongan itu dengan
mengembalikan PKC pada nilai-nilai budaya dankepercayaan Cina.”Namun demikian, tafsir yang paling luas diterima,adalah makin terbelahnya masyarakat Cina saat ini.Setelah reformasi yang digulirkan pada 1978, potretkesenjangan sosial itu sangat mengerikan. Pertumbuhanekonomi yang mencengangkan dunia luar, ternyata tidakterbagi secara adil di tengah masyarakat.

Potretmasyarakat egaliter warisan Mao terjungkir-balik,justru ketika ekonomi Cina berhasil menyalip posisiJerman sebagai negara dengan kekuatan ekonomi ketigaterbesar di dunia.Inilah pendapat Willy Wo-Lap Lam, penulis buku“Chinese Politics in the Hu era," yang juga merupakansenior fellow di Jamestown Foundation yang berbasis diWashington DC,“Polarisasi antara kaya dan miskin semakin memburuk.Inilah sebabnya mengapa presiden Hu Jintao menekankandoktrin Masyarakat Harmonis. Partai benar-benar sangatketakutan.”Sebagai contoh, menurut lembaga Merrill Lynch CapGemini, yang berbasis di New York, ketika ledakanekonomi menciptakan para milioner dengan pendapatan$320 ribu, daerah pedesaan justru tertinggal dibelakang.

Sementara sumber resmi pemerintah yakni,hasil survey yang dilakukan oleh Biro StatistikNasional tahun 2005, menunjukkan, 10 persen terataspenduduk perkotaan menerima 45 persen dari totalkekayaan di perkotaan Cina, sementara 10 persenterbawah hanya menerima 2 persen dari total kekayaan.Bank Dunia memperkirakan, lebih dari 300 juta pendudukCina hidup di bawah $2 per hari. Survey lain yangdilakukan oleh majalah New Fortune pada 2003,menunjukkan, 400 orang terkaya (tycoons) memilikijumlah kekayaan yang luar biasa besar, 303 milyar yuan(US38 milyar). Jumlah ini tiga kali lipat dari seluruhproduk domestik bruto (GDP) Guizhou tahun itu. Guizhouadalah salah satu provinsi termiskin di Cina.

Dari ukuran Gini Coefficient (GC), kota-kota di Cina saat ini rata-rata di atas 0.4. Padahal menurut studidari tim universitas Nankai yang dipimpin olehProfesor Chen Zongsheng, GC pada 1988 hanya sekitar0.35 dan meningkat mendekati 0.5 pada 2003. GC sendiriadalah alat untuk mengukur tingkat kesenjangan denganmengambil nilai antara 0 dan 1; semakin besar angkayang diperoleh, semakin besar tingkat kesenjangan.Angka 0.4 secara umum dianggap sebagai tanda bahaya(red alert) dan 0.5 berarti bersiap-siap untukmenghadapi pemberontakan sosial.Kesenjangan kekayaan antara wilayah perkotaan danpedesaan juga meningkat pesat. Pada 2005, rata-ratapendapatan perkapita penduduk perkotaan adalah 3.22kali pendapatan petani.

Harian ekonomi Bloombergmelaporkan, pendapatan per kapita penduduk perkotaanmeningkat menjadi 10.493 yuan, dibandingkan dengan3.254 yuan yang diterima penduduk pedesaan. Padahalpada 1978, pendapatan penduduk perkotaan hanya sebesar607 yuan, lebih kecil ketimbang pendapatan yangdiperoleh penduduk pedesaan sebesar 624 yuan.Kesenjangan antar wilayah juga turut meluas. Perkapita provinsi kaya Pantai Timur Cina, kini sepuluhkali lebih besar ketimbang per kapita provinsi miskindi Barat Cina. Demikian juga kesenjangan pendapatan diantara buruh berbagai industri, makin lebar.Masalah kesenjangan sosial, yang dipicu oleh reformasiekonomi ini, tak pelak menimbulkan gejolak luas dimasyarakat.

Pada tahun 2005, misalnya, menurutstatistik pemerintah, tercatat 87.000 protes massa diCina. Pencaplokan lahan pertanian dan ketidadilanmerupakan penyumbang terbesar protes sosial itu yakni,90.000 protes massa pada 2004.

Slogan Kosong

Bagi para pengamat, protes massa yang terus meluas,terutama di wilayah pinggiran, seperti mengingatkanpemerintah pusat di Beijing, akan 5000 tahun sejarahpemberontakan terhadap kekuasaan pusat.Dalam konteks itulah, kita mesti melihat kebijakan“pembangunan masyarakat sosialis yang harmonis,”
digulirkan.

Soalnya, bagaimana pelaksananya dalampraktek? Di sini, ada dua pertanyaan kunci yang patutdiajukan untuk menguji efektivitas slogan “MasyarakatHarmonis” itu. Pertama, jika kita menganggapketidakadilan sosial yang meluas di Cina sebagai hasildari salah urus kebijakan yang muncul dalam bentukkorupsi, kolusi, dan nepotisme, maka solusi praktisdari slogan “Masyarakat Harmonis” itu adalahmemberlakukan kebijakan pemerintahan yang bersih.

Solusi ini tampak dari kebijakan tebang pilihpemerintah dalam menindak aparatur birokrasi Cina yangterindikasi KKN.Demikian juga, jika dasarnya adalah ketidakpedulianpemerintah terhadap lapisan terbesar rakyat miskinCina, maka solusinya adalah menggelar serangkaiankebijakan “murah hati,” seperti yang tampak dalamgerakan membangun perumahan dan penyediaan fasilitaskesehatan bagi penduduk pedesaan.Tetapi, penciptaan sistem pemerintahan yang bersih danaktivitas “murah hati” dipandang tidak mencukupi,karena adalah musykil hal itu terjadi dalam sistempolitik yang tertutup. Seperti kata Gordon Chang,penulis buku "The Coming Collapse of China'' (Arrow2003), “yang dimaksud Hu dengan harmoni tak lainadalah semua orang setuju dengan apa yangdiinginkannya.” “Jika ia benar-benar ingin menciptakankeharmonisan, “ lanjut Chang, “maka ia harusmelaksanakan pemilu, menghilangkan praktek sensor, danmengijinkan hakim untuk memutuskan setiap kasus tanpaintervensi partai.”

Cara pandang kedua melihat, akar ketidakadilan dandisharmoni yang meluas, merupakan hasil daripertumbuhan pohon kapitalisme. Jika ini soalnya, makaharmoni sosial hanya mungkin dibangun dengan syaratmerobohkan pohon kapitalisme itu. Sebab, adalahmustahil rakyat yang lahannya dirampas, secarasukarela berdamai dengan sang perampok. Adalah musykilpara imigran yang hidup bersesak-sesak di perkampungankumuh di kota-kota, mentolerir gaya hidup orang kaya baru yang supermewah. Dan tidaklah mungkin, sebuahprogram “murah hati” sanggup mengentaskan rakyat darikemiskinannya sembari pada saat yang sama mendukungpenuh pertumbuhan pohon kapitalisme dimana-mana.

Pada titik ini, saya setuju dengan Gordon Chang, bahwa“kebijakan membangun masyarakat yang harmonis taklebih sebagai slogan kosong.”***

Kepustakaan:

Wu Zhong, "China yearns for Hu's 'harmonioussociety,'' Oct. 11, 2006,http://www.atimes.com/atimes/China/HJ11Ad01.html

"What is a harmonious society?" www.chinaview.cn2005-03-21 19:45:53.

Allen T. Cheng, "Hu Invokes Confucius to AppeaseMasses, Save Communist Party,"http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=newsarchive&sid=avMr4F3vE_GM

By Allen T. Cheng and Dune Lawrence, "China Has 106Billionaires, Up From 15 Last Year" (Update1),http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=newsarchive&sid=a_TDRFAAr7.k

Artikel ini juga dimuat di http//indoprogress.blogspot.com

Tidak ada komentar: