Minggu, 04 Mei 2008

KARTINI ERA REFORMASI

Oleh Dwita Handayani *

(Disadur dari Buletin SADAR)

Kartini dikenal sebagai Tokoh pencetus emansipasi perempuan, dengan menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak perempuan agar berkedudukan sama dimasyarakat. Selama Orde Baru hari Kartini dimanipulasi untuk mengesahkan peran perempuan dalam posisi subordinat. Peran perempuan diarayakan dalam fantasi patriarkis, seperti identiknya tradisi perayaan 21 April dengan memakai kebaya dan harus ikut organisasi seperti Dharma Wanita yang menempatkan perempuan tak lebih dari pendamping laki-laki . Kartini wafat tahun 1904 akibat proses persalinan yang merenggut nyawanya,tapi tak mematikan kemunculan sejumlah organisasi yang memperjuangkan hak-hak perempuan di tengah masyarakat patriakal.

Pada dasarnya tujuan organisasi tersebut sama yaitu memperjuangkan posisi perempuan dalam bidang sosial budaya, yang bermaksud memelihara nilai dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Jaman kolonial, isu utama gerakan perempuan beredar seputar kesempatan pendidikan dan kesejahteraan anak dan ibu. Ketika Orde Baru berkuasa, perempuan hanya dijadikan alat untuk penjaga rumah tangga. Perkembangan gerakan perempuan di masa kemerdekaan membuahkan perdebatan soal definisi diri gerakan perempuan sebagai gerakan politik. Lahirlah beberapa organisasi perempuan independen yang tujuannya membangun posisi perempuan yang kritis berjuang untuk keadilan gender dan demokrasi.

Gerakan Perempuan, Dinamika Sosial, dan Emansipasi yang Sejati

Gerakan perempuan di Indonesia merupakan cerminan nyata kondisi pergolakan sosial politik masyarakatnya. Gerakan perempuan mayoritas dimotori para perempuan kalangan elite kelas menengah dan atas. Dengan demikian, norma dan orientasi yang menjadi pegangan adalah yang berasal dari latar belakang mereka, yang dalam banyak hal adalah sintesa nilai-orientasi feodal dan kelas menengah. Itu sebabnya yang diperjuangkan pada masa kolonial adalah pendidikan perempuan model barat -- yang jadi ukuran kemajuan masa itu -- tapi ditujukan untuk penguasaan perempuan atas keterampilan kewanitaan yang akan menjamin mereka dapat melaksanakan dengan baik peran tradisionalnya.

Saat ini, setelah gerakan perempuan kita berumur sekitar 1 abad, orientasi dominan nampaknya justru diseret kembali pada domestifikasi gerakan perempuan, yang dibangun pondasinya pada kekuasaan Orde Baru. Perempuan masih menjadi korban kebudayaan berdasarkan ideologi patriarkhis dan serba maskulin.

Walau begitu secercah harapan terbit dari proses keterbukaan komunikasi yang nampaknya akan jadi rujukan orientasi gerakan perempuan. Contohnya kasus Marsinah, seorang buruh perempuan yang berjuang untuk hak-hak normatif sebagai buruh telah berujung kematian akibat perbuatan Negara Orde Baru. Tersebarnya kabar tentang Marsinah ternyata membuat buruh-buruh perempuan semakin militan dalam barisan perjuangan buruh. Tetapi perjuangan perempuan sebagai bagian dari gerakan buruh tidak membuat kaumperempuan harus berhenti dalam kesadaran sektoral kerjanya saja tapi juga harus membongkar budaya patriarki di manapun termasuk di serikat buruh -bila memang masih banyak terjadi. Aktivis buruh perempuan berkewajiban menuntut hak bagi perempuan mengontrol tubuh mereka sendiri, kesamaan politik dan sosial (hak untuk merdeka secara ekonomi dan kesetaraan), kesempatan studi yang setara, hak untuk bebas dari eksploitasi, dan kekerasan seksual. Karena itu kita sebagai perempuan yang hidup di jaman reformasi perlu menyatukan kesadaran untuk melawan sumber-sumber penindasan perempuan dan kemanusiaan yaitu sistem perdagangan bebas dan proses sosial produksi neoliberal, yang keduanya tidak adil dan anti kesetaraan - termasuk gender.


Kita harus selalu kritis terhadap tujuan perjuangan gerakan perempuan diIndonesia, karena seringkali emansipasi ditempatkan dalam batas yang tidak bertabrakan dengan kepentingan status quo. Kita tidak bisa diam bila dikatakan penindasan dan ketidaksetaraan perempuan tidak berhubungan dengan sistem sosial yang bekerja. Dengan kata lain, tujuan yang diperjuangkan oleh gerakan perempuan di Indonesia adalah selalu emansipasi, dan emansipasi yang sejati adalah bebas dari kapitalisme.

* Penulis adalah anggota Simpul Demokrasi Tangerang, sekaligus anggota ForumBelajar Bersama Prakarsa Rakyat dari ! Simpul Jabodetabek.

Tidak ada komentar: