Kamis, 08 Mei 2008

ADIPURA, CARA LAIN MENYINGKIRKAN KAUM MISKIN
Oleh Indra N. Azies *
(Disadur dari Buletin SADAR)

Adipura, sebuah penghargaan yang diberikan kepada kota berwawasan lingkungan hidup. Penghargaan yang diharapkan memacu kota dan kabupaten agar mampu melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan baik dan benar. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 tahun 2006, disebutkan bahwa kawasan yang dipantau meliputi perumahan, sarana perkotaan, sarana transportasi, perairan terbuka, sarana kebersihan dan pantai wisata.


Namun kemudian, persoalan lain kembali muncul terutama ketika pemerintah kota dan kabupaten memakai dalih untuk mendapat penghargaan Adipura, mereka melakukan pola represif dengan penggusuran dan pengurangan waktu berjualan terhadap pedagang kaki lim! a, pedagang pasar dan pembersihan bagi pemukiman kumuh yang pa! da akhir nya komunitas dan kelompok miskin kota menjadi korban dari keangkuhan kota demi mengejar sebuah prestise semata, lahan hidup dan berkehidupan warga kota dihilangkan secara paksa, tanpa pernah diberikan sebuah jawaban atas kemiskinan yang diciptakan oleh pemerintah.


Pemahaman atas penghargaan Adipura telah dimaknai secara sempit, sehingga cara pandang tersebut hanya berdasarkan formalitas semata, tanpa pernah melakukan pendalaman terhadap sebuah sistem pengelolaan kota yang dapat memberikan kehidupan yang layak bagi seluruh warganya.


Kelompok-kelompok ! miskin kota, yang sebagian besar berprofesi di sektor informal, semisal pedagang kaki lima, pedang pasar, pengamen, pedagang asongan, komunitas perkampungan kumuh selalu menjadi korban dari kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepadanya, terutama dalam memperoleh ruang dan akses untuk dapat berusaha dan berjuang mempertahankan hidupnya.

Sedangkan di sisi lain, sistem pengelolaan kota hanya berpihak kepada kelompok-kelompok elit dengan memberi peluang ijin bagi pembangunan-pembangunan mal, pasar swalayan, hypermarket, hotel tanpa melihat imbas terhadap kehidupan pedagang pasar dan pedagang kaki lima. Pemerintah hanya berpikiran bahwa pembangunan-pembangunan tersebut demi tujuan peningkatan pendapatan asli daerah.


Bila saja Kementeria! n Lingkungan Hidup (KLH) tidak segera melakukan perubahan terh! adap kri teria penilaian Adipura, maka KLH merupakan bagian yang telah menghilangkan hak hidup dan hak bekerja dan berusaha warga negara, termasuk hak ekonomi, sosial dan budaya dalam hak asasi manusia. Proses penghilangan yang secara sistematis dan meluas ini dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran HAM berat.

Adipura, ketika menjadi cara lain membunuh rakyat, harusnya secepatnya dilakukan evaluasi menyeluruh. Pelibatan kalangan organisasi non pemerintah, organisasi masyarakat (paguyuban PKL, paguyuban pedagang pasar, komunitas pengamen) masih jauh dari harapan, sehingga kemudian penilaian terhadap sebuah kota untuk memperoleh penghargaan Adipura menjadi menghilangkan nilai etika sosial di dalam lingkungan hidup.


Adipura harusnya bisa memberikan sebuah arahan yang tepat bagi kota untuk lebih ramah terhadap warga sehingga bukan semata terhadap kondisi lingkungan hidup yang lebih baik. Karena sejatinya, pengelolaan lingkungan hidup ditujukan pada peningkatan kesejahteraan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya di permukaan bumi dan untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup fisik, biologi dan sosial di dalam kawasan kelolanya.

* Penulis aktif di Perkumpulan PERDIKAN Semarang, sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jawa Tengah.

Tidak ada komentar: